Belajar Menghargai Kemanusiaan dari Euro 24

Belajar Menghargai Kemanusiaan dari Euro 24

Lamine Yamal, pemain nasional Spanyol baru berusia 16 tahun. Peraturan yang menjaga martabat manusia membuatnya tidak bisa bermain secara penuh. Di Jerman ada aturan yang melarang anak di bawah 16 tahun untuk bekerja. Di dalam olah raga ada pengecualian hingga pukul 23 sudah harus mandi dan selesai sesi konperensi pers.

Pada gelaran Euro, pemain Barcelona ini harus  keluar cepat. Tidak bisa  bermain secara penuh, karena terkendala aturan ini. Menjaga keberadaan manusia sebagai manusia, bukan aset atau semata pekerja yang dipakai tenaganya. Zaman modern yang memang memanusiakan manusia.

Jadi teringat pengalaman menulis mengenai kisah kelam anak-anak di Indonesia. Kala adanya sekolah gratis di sebuah kota yang banyak kisah bahwa itu adalah perbudakan di era modern. Mereka, si anak-anak ini tidak sekolah, namun bekerja mengelola aset si pemberi janji sekolah gratis.

Tindakan hukum pada saat itu begitu lamban. Pembelaan demi pembelaan bahkan hadir dengan segala cara dan upaya. Laporan   demi laporan tidak menghentikan perilaku keji tersebut. Pelakunya masih cukup mendapatkan perlakuan bagus dari para penegak hukum.

Kisah-kisah lain, mengenai pekerja anak memang sudah tidak begitu banyak di negeri ini. Hampir tidak pernah terjadi adanya laporan demikian. Namun tindakan pemerkosaan, pemaksaan hubungan seksual antara guru dan murid di banyak pesantren.

Penyelesaiannya juga begitu-begitu saja, tidak ada tindakan tegas sehingga masih saja terulang. Pembelaan juga demikian massif. Bisa dibandingkan dengan keberadaan hukum untuk pemain Euro di bawah 16 tahun. Tidak ada yang membantah atau keberadaan hukum itu.

Malah di Indonesia, banyak yang tidak paham masalah aturan pekerja di sana, protes mengapa tidak dimainkan secara penuh. Terlihat bahwa, di sini tidak akan peduli dengan keberadaan usia. Semua dianggap sama.

Malah ada yang  berpikiran sebaliknya, ekstrem yang berbeda, Ketika anak-anak latihan olah raga dianggap melanggar HAM anak. Orang yang sama ini, diam saja ketika ada sekolah atas nama gratis namun eksploitasi, atau hamilisasi di pesantren.

Sikap yang mendua dan tidak jelas seperti ini, beda dengan sikap Barat terhadap peraturan. Begitu banyak aturan namun tidak dijalani dengan baik di negeri ini. Perlindungan atas kemanusiaan masih sangat lemah.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan