AHY Tuding Istana Mau Kudeta Demokrat
Usai jualan nasi gorang gagal, malah jadi sumber olok-olokan, Demokrat kembali membuat ulah, kali ini menyatakan telah membuat surat kepada Presiden Jokowi, bahwa dirinya akan dikudeta. Ada lima orang, termasuk elit lingkaran Presiden Jokowi terlibat. Beberapa hal layak dilihat, apakah logis, atau hanya semata caper?
Keberadaan Demokrat itu kini bukan siapa-siapa. Tidak ada yang menjual dari mercy, kecuali bahwa mereka pernah menjadi pemenang pemilu. Toh masih bisa dianalisis kebenarannya. Tetapi bukan itu fokus kali ini. Usai SBY lengser, maunya AHY meneruskan keberadaannya. Apadaya, pilkada DKI saja kalah dengan sangat tragis. Juru kunci yang tidak pernah masuk dalam hitungan. Toh itu fakta.
Safari politik kisaran dua tahun, berharap menjadi salah satu dari wapres dari dua kandidat kuat presiden. Lagi-lagi proposal itu tidak laku. Sangat tragis penolakannya, bahwa Prabowo sempat mengatakan, kita paham pola pikir mayor. Masih ada harapan, cukup elit ketika menjadi ketua tim pemenangan, dan itu pun lewat.
Main dua kaki, dengan membiarkan kadernya boleh memilih Jokowi, padahal partai menjadi pengusung Prabowo, sedikit banyak ngarep mendapat tawaran menteri. Eh ternyata tidak. Malah Prabowo dan disusul Sandi yang masuk kabinet. Harapan tinggal harapan, tidak ada lagi.
Politisasi pandemi dengan puterinya membuat surat kepada Jokowi, eh kini bapaknya juga, mendikte pemerintah untuk lockdown. Tidak cukup bergema, malah menjadi bumerang, ketika WHO pun menyatakan penguncian bukan cara yang tepat. Eh belum kapok, malah membuat bencana sebagai bahan politik juga. Ini menimbulkan polemik ketika ada seorang yang mengatakan bodoh turunan. Kader mereka meradang.
Tiba-tiba pula jualan nasi goreng. Narasi yang dibangun ekonomi sulit, sampai jualan nasi goreng. Malah saling bantah sendiri, dan akhirnya menguap. Kalah tenar dan binar dengan hadirnya Risma yang kinerjanya sangat moncer. Eh disusul kontroversi Susi yang menyita perhatian publik. Langsung disandingkan dengan Anies.