Bobby Nasution, Menantu Jokowi, PDI-Perjuangan Versus Golkar, Orba Jilid II

Bobby Nasution, Menantu Jokowi, PDI-Perjuangan Versus Golkar, Orba Jilid II

Imbas pilpres yang panas belum reda, kini meleleh ke pilkada. Salah satu yang menjadi super panas adalah pilkada Sumut. PDI-Perjuangan yang merasa dipantatin Bobby Nasution, menantu Jokowi, Walikota Medan, dulunya adalah kader partai banteng moncong putih.

Kini, si banteng meradang dengan sangat keras mengatakan, siapapun boleh mendaftar menjadi calon gubernur Sumatera Utara lewat PDI-Perjuangan, kecuali Bobby Nasution. Tanggapan serius langsung  dilakukan ketua umum beringin dengan sama kerasnya.

Pemenang pilpres versus pemenang pileg yang sangat memanas, wajar karena masih ada kepentingan di pilkada. Urusan pilpres di MK sih tidak akan ada yang mengejutkan, tahu sama tahu. Drama semata. Biar seolah-olah demokratis, padahal sejak awal ya memang tidak ada karena demokrasinya sudah diciderai.

Menariknya lagi adalah, ini seolah menjadi Orde Baru jilid kedua. Bagaimana PDI-Perjuangan, kala itu adalah PDI, harus nomor tiga, pemenang itu nomor dua. Konteks sekarang 02 digawangi Golkar. Identik banget dengan masa lalu, pemenangannya juga ditengarai dan bahkan faktual banyak keanehan, kalau tidak mau disebut kecurangan, terlalu kasar dan vulgar barang kali, jika demikian.

Pilkada ini menjadi ajang, bagaimana peran parpol  dalam melahirkan pemimpin daerah yang mumpuni, bukan sekadar tokoh tenar namun minim prestasi. Kemarin, periode lalu, jarang ada pemimpin muda yang moncer seperti ala Risma, Jokowi, Ahok, atau yang lainnya. Semua biasa  saja.

Malah cenderung hanya sensasi, mundur di tengah jalan karena konflik dengan pasangannya, dan sejenisnya. Masih juga tinggi yang dicokok  KPK. Miris. Artis-artis yang maju juga 11 12 tanpa capaian yang berarti.

Jika menilik  pilpres yang ugal-ugalan dan cawe-cawe, ini bisa berabe. Politik bersih malah akan semakin jauh. Kembali masa lalu, uang, tenar, dan kuasa yang akan menduduki jabatan kepala-kepala daerah. Bisa jadi malah militer dan polisi purna yang akan mengisi pos-pos itu. Nah, misalnya demikian, Orde Baru mulai lagi menggeliat.

KKN, apalagi korupsi masih juga menggila. Apalagi kolusi dan nepotisme demikian kentara di pilpres ini, karena dalang dan operatornya tingkat tinggi, masyarakat biasa cuma bisa plonga-plongo, wong semua perangkat sudah dikuasai.  Identik dengan masa lalu bukan? Bedanya dulu pembangunan nol, kini makin moncer.

Salam penuh kasih

Susy Haryawan