Pemuka Agama, Ngapain Ngurusin Dapur Tetangga?
Pemuka Agama, Ngapain Ngurusin Dapur Tetangga?
Melawak itu sulit, agama, warna kulit, suku, jangan untuk candaan, atau lawakan.
[S. Bagio]
Pemuka agama, kelihatannya perlu mendengarkan nasihat pelawan legenda ini, bagaimana dia begitu bijak untuk tidak menjadikan agama sebagai bahan lawakan, ataupun kalau konteksnya pemuka agama, jangan memakai agama lain sebagai sebuah bahan dalam pengajaran atau khotbah mereka.
Selain kisah di atas, masih banyak siapapun pelakunya, ngapain sih harus menggunakan digma, ajaran, atau kitab suci agama lain. Baru-baru ini juga mulai viral bagaimana orang pindah agama namun yang dikupas agama lamanya, dan banyak yang salah, keliru, bahkan ngawur, hanya demi konten, demi pendengarnya manggut-manggut dan nanti dapat job baru.
Miris sebenarnya, mengapa harus seperti itu. Begitu banyak hal yang bisa disampaikan apa yang menjadi agama, kepercayaan, dan keyakinannya. Contoh agama Katolik, begitu banyak simbol, ritus, dan juga pengetahuan yang bisa dikupas, sampai lebaran juga tidak akan habis atau kurang saking banyaknya. Hanya soal warna saja bisa dua hingga empat pertemuan tidak akan ada habis-habisnya, belum lagi simbol-simbol yang ada di gereja. Gerak laku, apa maknanya, apa latar belakangnya, apa fungsinya begitu banyak.
Memang kalau bicara pengetahuan begitu akan sepi, pendengar ngantuk, atau chanel media sosial akan sepi. Tetapi, kalau membahas agama lain, atau kontroversi agama lain pasti akan bejibun pemirsa di media sosialnya. Apalagi dilabeli dengan tokoh atau ahli ini dan itu, berkaitan dengan masa lalunya.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan