Pemuka Agama, Ngapain Ngurusin Dapur Tetangga?

Pemuka Agama, Ngapain Ngurusin Dapur Tetangga?

Melawak itu sulit, agama, warna kulit, suku, jangan untuk candaan, atau lawakan.

 [S. Bagio]

Pemuka agama, kelihatannya perlu mendengarkan nasihat pelawan legenda ini, bagaimana dia begitu bijak untuk tidak menjadikan agama sebagai bahan lawakan, ataupun kalau konteksnya pemuka agama, jangan memakai agama lain sebagai sebuah bahan dalam pengajaran atau khotbah mereka.

Terbaru, Pendeta Gilbert Luimondong tersandung kasus yang sama, keknya akan bermuara ke jeruji besi sebagaimana Ahok, Roy Suryo, atau “penista” agama besar lainnya di negeri ini. Hal yang sama tidak terjadi, jika pemuka agama gede yang meledek, merendahkan, dan melecehkan agama-agama kecil. Seperti mengatakan salib ada jinnya, siapa bidan kelahiran Yesus, dan sebagainya.

Selain kisah di atas, masih banyak siapapun  pelakunya, ngapain sih harus menggunakan digma, ajaran, atau kitab suci agama lain. Baru-baru ini juga   mulai viral bagaimana orang pindah agama namun yang dikupas agama lamanya, dan banyak yang salah, keliru, bahkan ngawur, hanya demi konten, demi pendengarnya manggut-manggut dan nanti dapat job baru.

Miris sebenarnya, mengapa harus seperti itu. Begitu banyak  hal yang bisa disampaikan apa yang menjadi agama, kepercayaan, dan keyakinannya. Contoh agama Katolik, begitu banyak simbol, ritus, dan juga pengetahuan yang bisa dikupas, sampai lebaran juga tidak akan habis atau kurang saking banyaknya. Hanya soal warna saja bisa dua hingga empat pertemuan tidak akan ada habis-habisnya, belum lagi simbol-simbol yang ada di gereja. Gerak laku, apa  maknanya, apa latar belakangnya, apa fungsinya begitu banyak.

Memang kalau bicara pengetahuan begitu akan sepi, pendengar ngantuk, atau chanel media sosial akan sepi. Tetapi, kalau membahas agama lain, atau kontroversi agama lain pasti akan bejibun pemirsa di media sosialnya. Apalagi dilabeli dengan tokoh atau ahli ini dan itu, berkaitan dengan masa lalunya.

Hari-hari ini negeri ini sedang sensitif soal beginian, pengaruh politik juga, nah, lebih baik tahan diri, jangan demi viral, demi monetasi malah berujung kamar berpintu besi. Celaka namanya.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan