Dicuekin Jokowi Nasdem Puyeng

Makin hari, keberadaan koalisi yang mau mengusung Anies Baswedan-Nasdem, menjadi tidak jelas. Pergerakan parpol mandeg, stagnan, dan tidak ada greget.  Safari politik ‘’ ugal-ugalan” Anies Baswedan, tampaknya di luar ekspektasi Surya Paloh, Nasdem.

Menarik adalah sikap Presiden Joko Widodo yang tidak memberikan sambutan, apalagi langsung, wong via video saja tidak. Rasionalisasi sih gampang, karena Presiden RI itu kudu KTT ASEAN, lanjut dengan G-20, kemudian APEC. Seolah wajar.

Sebelum-sebelumnya, di tengah hari ulang tahun partai pendukungnya, Golkar dan Perindo, beliau sempat hadir secara langsung, tidak sekadar rekaman atau live video. Lebih memilukan lagi, ketika Jokowi dalam sambutan dalam muktamar Muhamadiyah mengatakan, rela meninggalkan lebih cepat KTT APEC demi memberikan sambutan, [yang berarti penghargaan..penulis] pada ormas terbesar di Indonesia itu.

Desas-desus Nasdem ditinggalkan atau Jokowi kecewa, bahkan marah, semakin menemukan tanda dan simbol yang paling jelas, lugas, dan terang benderang. Dulu, hanya sebentuk salaman, bukan pelukan kala ketemu dalam ulang tahun Golkar, masih samar, bagaimana sikap Jokowi itu belum cukup.

Presiden ketujuh ini, Jawa banget, bagaimana ia tidak terbiasa mengatakan segala sesuatu, terutama perasaan, emosinya dengan cara langsung. Bahasa tubuh, sikap, dan juga perilaku sering dipakai untuk mengungkapkan perasaannya.

Tanpa sambutan, baik live atau siaran audio-vidio memberikan gambaran bagaimana sikap presiden itu pada pilihan Nasdem. Tentu tidak bisa misalnya langsung mendepak kader-kader mereka dari kursi kabinet. Tentu goncangan politiknya malah membuat keadaan tidak membantu negara.

Belum lagi pernyataan kader Nasdem yang mengatakan Anies Baswedan itu antitesis Jokowi. Bagaimana bisa orang main dua kaki dan merasa bangga, bahkan terbuka menyatakan itu. Loyalitas dan juga       kesetiaan apa yang mau diperlihatkan.

Upaya memecat dan klarifikasi Paloh bahwa mereka tetap bersama Jokowi hingga 24 itu terbaca sebagai bentuk gugup dan gupuh, karena ekspektasinya soal pencalonan mantan gubernur Jakarta itu sepi. Bayangan SP tentu tidak sedingin ini tanggapan publik dan parpol.

Hasil survey yang malah memperlihatkan suara Nasdem kemungkinan besar tidak lolos PT makin membuat puyeng. Wajar ketika SP mengatakan bertanggung jawab jika demikian. Atau pernyataannya jika pencalonan Anies Baswedan bisa jadi tidak akan menjadi kenyataan.  Jelas ini bentuk frustasi akut.

Safari politik bakal calon presiden mereka juga malah memperlemah, mempertajam ketidaksesuaian pendapat di antara calon koalisi. Wajar dua parpol lain malah tarik ulur karena mendapatkan angin segar atas keadaan yang Anies Baswedan dan Nasdem ciptakan secara tidak sengaja itu.

Makin pesimis melihat apa yang terjadi ini. Jangan menuding   pihak lain jika mereka gagal maju dan mengusung jagoan mereka. Perilaku partai dan calonnya saja ngaco.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply