Firly Bahuri Tersangka, Penjaga Negara menjadi Penjagal Bangsa

Firly Bahuri Tersangka, Penjaga Negara menjadi Penjagal Bangsa

Tahun politik ini begitu ingar binger. Usai MK dengan segala dramanya, kini polisi versus KPK. Ketua KPK ditersangkakan oleh kepolisian. Kasus yang menjeratnya dugaan korupsi. Bagaimana ini, ketua KPK saja malah terjerat pemerasan pada kasus yang harusnya mereka begitu galak, bukan malah terlibat.

Hal yang sebenarnya jauh hari sudah tercium adanya aroma tidak sehat di antara penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, ataupun KPK sendiri. Toh beberapa saat terakhir sudah mulai adanya gerak  baik, di antara mereka, ketika kejaksaan agung juga menyelesaikan dan mengusut megaskandal korupsi, yang sebenarnya tugas utama KPK.

Pun kepolisian juga berbuat demikian, malah menyasar kepala atau ketua dari komisi yang bertugas untuk memberantas korupsi. Pernah terjadi perang cicak buaya, ketika KPK mau mengusut keberadaan rekening gendut di korps Bhayangkara. Semua tidak terselesaikan sampai detik ini.

Korupsi telah menjadi biang kerok atas masalah negeri ini. Tetapi KPK sekian lama tidak menyelesaikan, minimal berkurang. Masalahnya ada pada perilaku elit atau pejabat negeri ini. Bagaimana gaya hidup mereka yang memang tidak mencerminkan kesederhanaan.

Gayus, Trisambodo, atau Sambo, dan Minahasa, mereka tersangkut kasus dan gaya hidupnya juga mewah. Mereka yang harusnya menjaga negara, malah menjagal bangsa untuk kepentingan mereka sendiri. Masalah ini diperparah penegakan hukum yang sangat lemah. Lihat saja bagaimana hukuman para terpidana ini menjadi lebih ringan. Dugaan uang yang main di sana sangat kencang.

Pendidikan faktor penting, bagaimana anak sekolah sudah dididik dengan sangat vulgar, bahwa ketidakadilan itu biasa. Lihat saja kelas agama di sekolah-sekolah negeri yang tidak representative. Fasilitas umum negeri yang sangat tidak berimbang mengenai rumah ibadah, itu fakta yang harus diakui, diterima, dan dijadikan pembelajaran. Wong hidup religious dibangun dari ketidakadilan.

Sebelas dua belas dengan perilaku beragama. Bagaimana agama sekadar  formalitas, ritual, dan rutinitas, tanpa mengubah hidup dan gaya dan perilaku anak negeri ini. Rumah ibadah apapun membeludak, namun maling tetap berjaya, cengengesan, dan pembelanya banyak.

Penegakan hukum yang sangat lemah. Lihat saja atau cek lapangan, bagaimana lembaga-lembaga ini sanrang penyamun. Semua diam karena mau tidak mau harus ikut aturan main mafia ini.

Gaya hidup mewah, enggan kerja keras, SDM rendah, namun berkuasa. Jelas saja mereka hanya akan maling dan merongrong negara. Kapan ini semua akan berubah?

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan