Israel, Politisasi Sepak Bola, dan Politik
Israel, Politisasi Sepak Bola, dan Politik
Miris, kala menjelang pengundian, tiba-tiba ada pernyataan Bali menolak Israel. Berkembang lebih lanjut dengan kata yang sama dari Ganjar Pranowo. Sontak publik menjadi heran, mengapa banteng bersikap demikian. Ada yang mengaitkan dengan konstitusi negara yang menghendaki penghapusan penjajahan. Masih bisa diperdebatkan, banyak aksi sepihak yang sedikit banyak juga penjajahan. Ala Amrik dan sekutu itu apa namanya?
Sedikit spekulatif, sepakbola sangat kental aroma politisasi. Perlu diingat lagi, ketika kerusuhan Kanjuruhan, jauh lebih heboh orang politik yang bermanuver dan berlagak. Bisa dicek siapa di balik itu.
Semarang, kota yang cenderung adem dalam kerusuhan, meskipun tidak disangkal sebagai kota panas, karena pantai. Eh tiba-tiba terdengar penonton PSIS rusuh. Padahal pertandingan tanpa penonton. Kog bisa ada massa yang jengkel karena merasa membeli tiket. Cek siapa di balik sepakbola (baca PSIS) berkaitan dengan afiliasi politik tentu saja.
Fakta yang mendukung bagaimana spekulasi itu juga ada dasarnya, meskipun pasti susah dibuktikan kebenarannya. Apalagi model pendekatan hukum di negeri ini yang masih sangat kacau. Lebih-lebih jika berkaitan dengan agama mayoritas, politikus elit, dan sejenisnya. Tindakan melupakan, menjadikannya dalam peti es, dan seperti itu.
Mengenai Israel ini, justru malah partai banteng yang berteriak lantang. Menjadi aneh, ketika kog bisa sebarisan dengan PKS, yang hampir selalu berseberangan di kancah nasional. Ada apa?
Beberapa kerusuhan dan demonstrasi atas nama apapun, ingat ada RUU KPK, RUU KUHP, RUU Ciptaker, demo dan berujung rusuh di tahun 2019, terindikasi ada partai tertentu yang memantau dengan sangat serius. Ironisnya ada pula jaket kebesaran mereka yang tertangkap kamera sedang mengadakan pengarahan. Tentu tidak ada yang kebetulan jika berbicara dengan politikus.
Demo-demo yang seolah rutin, dengan menggunakan agenda apapun dengan tuntutan ujungnya Jokowi turun. Hal ini cukup sering, dan pelakunya, demonstrannya tidak banyak, hanya sedikit banget malah.
Jadi ingat, ketika Rizieq Shihab pulang dari ibadah bertahun-tahun ada kerusuhan cukup hebat di bandara. Kerusakan yang tidak sedikit dan murah tentu saja. Hal ini bisa terjadi ketika kontingen Israel datang. Rancangan demo penolakan dan penyambutan yang tentu saja diseting oleh pihak yang sama, pada akhirnya bentrok dan terjadi kerusuhan hebat.
Mengapa sepak bola?
Penggemar bola di Indonesia itu sangat besar, fanatik buta, dan juga maaf, kurang terdidik menggunakan otak. Senggol bacok dan mudah terbakar. Pentol korek, sedikit tersulut membara. Sangat murah, meriah untuk menjadi pemantik kerusuhan.
Toh di Indonesia pernah, akan terjadi juga kedatangan atlet Israel dan semua baik-baik saja. Sangat naif jika melepaskan ini dari kepentingan politik.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan