Jokowi Potong Pita atau Mewarisi Kas Nyaris Kosong?
Lima fakta di mana Jokowi menerima warisan kas kosong dari SBY. Klaim AHY kalau Jokowi hanya potong pita dan 70-80% adalah kinerja SBY itu hanya bahasa politik omong kosong ala partai mersi yang mau nyungsep lebih dalam lagi.
Beberapa fakta berikut memperlihatkan sinyalemen bahwa negara tidak cukup punya uang ketika serah terima jabatan pada 2014 lalu. Coba disimak hal-hal berikut;
Jokowi harus babak belum dihajar massa, termasuk pendukungnya yang kecewa karena baru menjabat menaikan harga BBM. Jarang pejabat baru langsung menaikan harga, kalau keuangan negara baik-baik saja. Memangkas subsidi BBM membuat keuangan negara lebih leluasa. Hal yang sangat sulit pastinya.
Pilihan yang sangat tidak populis, menyebabkan resistensi politis yang tidak mudah. Tanpa alasan yang sangat besar dan mendasar, tentu akan memilih opsi lain. Rugi secara politik.
SBY dan kader Demokrat itu sensian. Jika kas negara baik-baik saja ada yang menyoal keuangan kritis pasti akan ngauk dan ramai-ramai konferensi pers. Toh selama ini sama sekali tidak ada bantahan dan sangkalan kalau itu tidak benar.
Lihat tuh kasus terbaru, mengenai tudingan 24 pemilu bisa saja tidak adil, maka SBY turun gunung. Toh kadernya masih bersikukuh kalau SBY tidak bicara curang. Ha…ha… lucu saja sih, esensinya sama saja dibantah. Apalagi jika itu bertolak belakang.
Isu terbaru, mengenai potong pita dan juga kasus Lukas Enembe saja mereka semangat banget kog. Padahal fakta dan data sangat mudah ditemukan. Mereka masih saja merasa benar dan pada pihak yang lebih baik. Aneh dan ajaib, fakta saja bisa diputarbalikan, apalagi jika membuat negara bangkrut itu tidak benar. Pasti mereka mencak-mencak.
Gaya hidup keluarga Cikeas ini terlalu mewah. Mereka pegawai, bukan kelas konglomerat laiknya anak-anak Cendana atau keluarga Kala. Memang ini sih asumtif, tetapi bukan tanpa dasar. Susah melihat kekayaan mereka begitu besar, apa yang menyokong itu semua?
Itulah tanda-tanda kalau Jokowi lebih tepat menerima kas hampir kosong dari pada sekadar gunting pita. Masih banyak data lain yang menyokong argumen ini, seperti maraknya OTT, tambang dikuasai asing, dan seterusnya. Keuangan negara tidak baik-baik saja waktu itu.
Salam penuh kasih
Susy Haryawan