Kekayaan Alam Indonesia, IQ 78,4, dan Kebiasaan Literasi
Kekayaan Alam Indonesia, IQ 78,4, dan Kebiasaan Literasi
Miris, setiap bicara mengenai kemampuan intelektual bangsa ini, kisaran di bawah 100. Padahal negara tetangga jauh di atas 100. Seolah dihuni oleh manusia gagal, alam ciptaan yang sangat tandus dan minus, sehingga kekurangan gizi dan nutrisi untuk otak.
Padahal kekayaan alam Indonesia selalu masuk peringkat atas dunia, ada batu bara, emas, sawit, minyak bumi, ikan di lautan yang sempat menjadi bancaan negara tetangga. Timah ada di posisi dua dunia, logam tanah jarang, nikel, dan kekayaan alam yang tiada tandingannya. Bagaimana sepanjang tahun begitu berlimpah dengan air dan sinar matahari. Semua bisa untuk apa saja. Pertanian, peternakan, dan tanah tanduspun bisa memberikan kontribusi pada kehidupan rakyat Indonesia.
Kekayaan sekian banyak, orang terkaya di dunia pun banyak yang berasal dari Indonesia. Mereka masuk jajaran top dunia dengan kekayaan mereka. Namun, jika bicara mengenai teknologi, prestasi dalam bidang olah raga atau sains dan teknologi, demikian memprihatinkan.
Mengapa?
Pengelolaan tambang bukan untuk kesejahteraan masyarakat secara umum. Keberadaan kekayaan alam ini hanya dinikmati segelintir elit bangsa ini. Ingat beberapa waktu lalu ada nilai korupsi hasil tambang ratusan trilyun, dan itu hanya pemain kecil, bukan kelas kakapnya. Bagaimana besarnya pelaku big bossnya berpesta atas itu?
Mereka ini, yang kaya dan tamak itu kelebihan gizi, namun rakyat kebanyakan stunting, kehabisan energi untuk mengejar BBM, gas, dan beras, atau minyak yang sering langka. Jadinya anaknya kuntheten.
BPS merilis, kebiasaan rakyat Indonesia membaca dominasi kitab suci. Tidak ada yang salah dengan membaca kitab suci, namun bagaimana dunia ini dibangun dengan sains dan teknologi. Pengetahuan semakin maju, bukan semata angin surga dan akherat semata yang dikejar. Lihat saja mudahnya dibodohi oleh para pelaku industri bodong-bodongan. Marak judi online, pinjol, ataupun habib palsu.
Pengetahuan tersingkirkan oleh keberadaan candu agama. Memabukkan, sehingga lebih mimpi nanti di kehidupan setelah kematian yang meninabobokan. Pesta seksual dengan bidadari, hidup hanya berkutat pada benar salah dasar dogma. Mirisnya lagi diterakan untuk pihak lain. akhirnya hanya pemaksaan kehendak dan mempertahankan diri berlebihan yang tidak ada gunanya.
Sikap kritis sama sekali tidak ada. Parameternya hanya hafalan, ritual, dan benar salah, beda adalah keliru, dan ujungnya tidak memperkembangkan diri. Ilmu lain melengkapi untuk bersikap terbuka, kritis, dan cerdas menjadi tumpul.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan