DPR Swedia dan RI, Sebuah Cermin
DPR Swedia dan RI, Sebuah Cermin
Anggota DPR Swedia mengatakan, bahwa mereka tidak layak diistimewakan, tidak menerima rumah dan mobil jabatan. Pun warganya menyatakan yang identik, kami yang menggaji mereka, tidak perlu diistimewakan. Hal yang sangat baik menjadi cerminan hidup berbangsa yang seharusnya demikian. Wakil rakyat lho namanya saja.
Legislator yang sama, di negeri ini, baru saja dilantik sudah mendapatkan sebuah janji bahwa anggora rumah mereka antara 30-50 juta per bulan, setiap anggota. Belum lagi apa yang sudah bertahun-tahun mereka peroleh, staf ahli, gaji, uang sidang, dana reses, dan bejibun uang tunjangan ini dan itu. Pulsa saja dibayarin negara.
Mewakili rakyat itu dalam susahnya, aspirasi tentunya apa yang dipengini rakyat, bukan malah apa yang mereka inginkan. Wajar ketika mereka hanya berjuang demi diri sendiri, partai, atau kelompoknya. Kapan mereka paham apa yang terjadi pada masyarakat?
Kesulitan-kesulitan yang ada di tengah-tengah masyarakat, malah sering berawal dari perilaku yang katanya wakil rakyat dan menyebut dirinya YANG MULIA. Perilaku mereka jauh dari apa yang mereka sebutkan dalam sidang-sidang.
Empati, perhatian, dan keprihatinan yang ada di dalam bangsanya, harusnya mereka paham. Namun tahu dari mana ketika mereka hanya duduk di kursi empuk, pendingin udara super sejuk, gaji dan tunjangan yang luar biasa besar. Padahal rakyat yang diwakili lagi pusing BBM makin susah, beras hitam import dari Vietnam, menjelang pemilu barang-barang susah diperoleh.
Mana mereka, para YANG MULIA itu tahu langkanya gas melon, beras, minyak goreng, dan ujungnya mereka paling hanya bisa teriak akan kami panggil menteri dan jajarannya. Ketika sudah viral, mereka baru dengar. Jangan-jangan nantinya kuping anggota dewan akan dibuang oleh Tuhan, wong tidak pernah dipakai.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan