Efektifkah Politik Cemar Asal Tenar Ala Anies  Baswedan dan AHY?

Hari-hari ini, dan sampai tiga tahun ke depan, akan penuh riuh rendah pembicaraan politik demi RI-1. Dua terdepan dalam membesarkan namanya adalah Anies Baswedan dan AHY. Kedua tokoh ini paling getol, selalu menggunakan setiap momen untuk menebarkan namanya.

Kengacoan demi kengacoan dipertontonkan kedua  politikus itu. Hal yang miris sebenarnya, ketika banyak hal baik yang seharusnya dijadikan branding atau pencitraan, sayang malah mereka menjual diri dengan laku maaf bodoh.

Jangan dikira bahwa pernyataan bloon, perilaku kekanak-kanakan, dan kebijakan ngawur itu tidak terencana. Itu semua disetting sebagai bagian dari citra politik. Anies pokoknya tenar, apapun dilakukan demi pembicaraan apalagi media sosial.

politik

Setiap saat ada saja ulahnya yang menjadi sorotan dari mereka, Anies dan tim itu berhitung bagaimana pembicaraan itu berdampak.  Hal yang bisa dimengerti, karena memang minim prestasi luar biasa.

AHY yang mendapatkan golden ticket dari pepo untuk menjadi ketua umum Demokrat memiliki panggung strategis. Ia terus saja berkomentar dan membandingan pemerintahan pepo dan Jokowi kini. Jelas selalu saja memuji pemerintahan dulu dan mendiskreditkan yang sekarang. Bencana, kecelakaan, dan pandemi saja bisa ia politisir.

Polemik demi polemik ia nikmati. Kala kekurangan isu ia menciptakannya. Ada hadiah untuk pepo, memo, dan adiknya. Lagi-lagi media menjadi riuh rendah menertawakan. Apakah ini akan mengubah pola pencitraannya? Tidak akan. Ini adalah rekayasa dari konsultan politiknya yang memang tidak kreatif.

politik

Ada keyakinan pokoknya dibicarakan, pasti akan diingat, dan itu akan dipilih juga. Nah, beberapa hal perlu kita cermati,

Pertama. Kurang gila apa kampanya Prabowo-Sandi, terutama Sandi dengan tempe dan ATM, dengan topi pete, dan segala kenaifannya itu. Pembicaraan memang sangat kencang, tetapi apa yang terjadi? Tetap saja kalah.

Kedua, kemenangan Anies atas Ahok itu bukan semata pencitraan cemar itu yang membuatnya  menang, tetapi kampanye ayat dan mayat. Itu kuncinya, atas mulut lemes Ahok, bukan prestasi kampanye Anies dan timnya.

Ketiga, pemilih itu makin cerdas. Sayang konsultan politik dan politikusnya malah tidak belajar dan berkembang. Pengulangan yang tidak bermutu.

Keempat, era berubah. Kini media komunikasi demikian masif. Cepat sekali kebenaran itu terungkap. Seperti soal utang yang diungkit AHY malah jadi olok-olokan. Atau Ibas soal mangkrak. Bumerang dengan media sosial, sedang pemikiran elit masih manual.

Sama sekali tidak efektif lagi politik asal tenar walaupun cemar. Era berubah, sayang warga digital, tapi elitnya masih manual.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply