Kritik Biksu Ngaso di Mesjid, Krisdayanti Bantu Gereja Dikritik, dan Krisis Toleransi

Kritik Biksu Ngaso di Mesjid, Krisdayanti Bantu Gereja Dikritik, dan Krisis Toleransi

Beberapa hal menarik yang berkaitan dengan hidup bersama. Memang tidak mudah untuk bertindak benar dan tepat. Belum lagi media sosial dan warganet yang kadang lebay dalam menyikapi hal yang tidak dipahami dengan baik. Ada biksu mendoakan warga yang menyambut dianggap sebagai ibadah di masjid.

Eh malah ada lagi, Krisdayanti yang membantu renovasi gedung gereja pun mendapatkan hujatan. Kog berbeda ketika Jonathan Christi membantu pembangunan masjid. Ini ada apa sih? Krisis toleransi kah?

Menilik berbagai hal yang terjadi belakangan ini kog kelihatannya memang benar demikian adanya. Lihat saja, bagaimana pembubaran doa rosario, penghentian ibadah di daerah lain. Mereka ini   orang biasa, kali ini yang menyoal justru elitnya.

Sikap yang linier dari hulu ke hilir. Sebenarnya miris, dengan dasar negara Pancasila, Bhineka Tunggal Ika sebagai pilar berbangsa. Suka atau tidak  negeri ini dibangun di atas begitu banyak perbedaan. Mengapa selalu saja ribet ketika ada sedikit saja orang-orang yang mengupayakan persatuan di antara perbedaan.

Hal demikian dulu, era Orba sama sekali tidak akan bisa terjadi. Tentu tak hendak   berbicara otoriterisme represifnya, namun hidup beragama dan bersama yang jauh lebih harmonis, damai, dan tenang. Perbedaan sejak dulu pastinya ada. Hanya sekarang, post reformasi, ketika bebas sebebas-bebasnya. Salah satu imbas paling brutal ya hidup beragama.

Ada kelompok dan orang yang begitu getol merasa diri paling benar dan pihak lain salah. Dikit-dikit mencari dan mengulik perbedaan. Jangan begini jangan begitu. Ketika ada teguran dan nasihat akan keluar jurus saktinya, penistaan agama.

Hidup bersama di tengah beragam perbedaan itu pastinya akan menahan diri dan menemukan titik temu. Tidak malah sebaliknya mencari-cari perbedaan dengan sikap agresif dan bermusuhan. Paling sederhana yang jika tidak mau dicubit jangan mau mencubit. Namun serng  kan sebaliknya, maunya ribet dan ribut, ketika dijawab akan mengeluarkan jurus pamungkas, penistaan agama.

Pelajaran sejak di sekolah. Hal yang tidak terjadi. Malah sebaliknya    yang ada di tempat pendidikan itu justru tempat untuk menanamkan sikap intoleransi. Berapa banyak tenaga pendidikan yang berperilaku intoleran. Tinggal cek dalam mesin pencarian via internet, akan dengan mudah menemukan hal demikian.

Keteladanan. Begitu banyak sikap intoleran yang dipertontonkan dengan sangat vulgar, dan itu sudah seolah-olah benar. Kesalahan yang digelontorkan dan digaungkan dengan sangat masif, membuat banyak orang bingung.  Miris.

Pancasila sebagai dasar negara jelas tidak ada yang bertentangan dengan  agama-agama yang ada di Indonesia. Hanya orang dan pihak-pihak tertentu saja yang mau membenturkan dan merasa bahwa Pancasila tidak selaras dengan alirannya.

Harapan baik tetap ada. Optimis itu penting.   

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan