Moderasi, P5, dan Keteladanan yang Minim

Moderasi, P5, dan Keteladanan yang Minim

Mau mengatakan nol besar kog sarkas banget. Mau dimoderasi kek apapun, kalau memang otak dan pemikirannya sudah radikal mau apa? Ada kisah  faktual dari kota masuk tertoleran di Indonesia, ketika kegiatan moderasi beragama ternyata tidak demikian. Kelompok yang gede, tidak mau tahu dengan yang ilik-ilik, dan masing-masing memaparkan makalahnya. Mendengarkan milik sendiri, lha yang dimoderasi apanya??

P5 lagi-lagi program bagus, namun apakah demikian adanya di lapangan? Kala sekolah megah dengan lebih 40 kelas paralel, rumah ibadah sangat besar, namun kelas agama kecil dengan ruangan seadanya. Siswa 30-an di dalam laboratorium sekaligus gudang, apakah ini representatif untuk kegiatan belajar mengajar? Ini lagi-lagi faktual. Asal kota tertoleran di Indonesia.

Mendidik anak-anak dan juga orang dewasa untuk moderat, berjiwa Pancasila, namun contoh nyata, faktual, dan nyata adanya. Keteladanan, pendidikan, dan sekaligus penanaman nilai yang sangat merasuk.

Belum lagi jika bicara mengenai pembullyan dan intimidasi mengenai baju atau   seragam berafiliasi agama tertentu. Syukurnya di sekolah yang menjadi contoh di atas sama sekali tidak terjadi.

Pembinaan demi pembinaan, pembesar si pemberi nasihat itu selalu bicara moderasi. Membuat pemikiran menjadi lebih lunak. Faktanya di lapangan tidak demikian. Lihat apa yang  terjadi akhir-akhir ini.

Pembubaran dan penghentian ibadah masih terus terjadi. Reaksi yang  terjadi pun hanya sebuah basa-basi. Hanya salah paham, kurang  komunikasi, dan sering menjadikan korban sebagai pihak yang salah. Suara yang berwenang dan yang menggagas moderasi pun bungkam. Mana moderatnya jika demikian?

Belum juga reda, malah ada  yang menyoal adanya bhiksu yang ngaso di rumah ibadah. Pihak kemenag daerah mengatakan tidak masalah. Tuan rumah menjamu tamu itu baik, ada yang mempermasalahkan. Tidak ada yang menghentikan pola pikir kolot itu. Malah seolah baik dan benar.  ini teladan, contoh, dan pendidikan secara umum yang mendengar dan menelaah.

Kembali disusul dengan masalah salam dan selamat berbagai agama. Lagi-lagi tidak sikap yang tegas, bagaimana negara ini berdasar Pancasila, bukan hanya satu bagian dari agama mayoritas saja. Toh yang lainnya masih peduli kog dengan kebersamaan. Hanya sebagian kecil, namun mulutnya gede.

Mau moderasi. P5, atau penataran ala P4 dulu, ketika tidak ada tindakannya nyata, konkret, faktual, terutama evaluasi, tidak akan berdampak. Nyata-nyata radikal, tidak Pancasilais saja masih jadi pejabat, ASN, dan melenggang dengan pola pikir yang jauh dari moderat itu.

Padahal jelas-jelas, tayangan media sosial itu memperlihatkan pola pikirnya. Namun tindakan nyata untuk memoderasi itu nol besar. Sekadar slogan dan proyek semata.

Moderat bagi yang minoritas sih sangaat biasa. Pun toleran. Pancasila hanya untuk yang kecil, gede bebas.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan