KWI Menolak Tawaran Mengelola Tambang dan Kisah Menjelang 98
KWI Menolak Tawaran Mengelola Tambang dan Kisah Menjelang 98
Presiden, pemerintah memberikan tawaran pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan. Tanggapan pro dan kontra, ada yang setuju dan kali ini KWI sudah menyatakan sikap untuk menolak. Pun dengan PGI menyatakan sikap yang sama. Warga Gereja sendiri jauh lebih banyak yang tidak setuju jika kelompok agama menjalankan bisnis tambang.
Gereja Katolik, dalam hal ini secara khusus, mendapat nasihat Paus Fransiskus, bahwa harus menghormati Ibu Bumi, sebagaimana Ensiklik Laudato Si. Alam, bumi, dan segala isinya benar untuk kesejahteraan umat manusia. Namun, jangan lupa, ada keterbatasan, dan itu perlu yang namanya bijaksana.
Jangan sampai nanti anak cucu hanya melihat bekas-bekas kejayaan alam ciptaan ini. Mereka hanya menyaksikan dokumentasi semata. Bagaimana gajah mini Kalimantan yang sudah punah, atau nanti tidak lagi kenal yang namanya gajah, harimau, banyak yang sudah punah bahkan. Ini sama-sama ciptaan.
Di luar bagaimana tambang dikelola, di balik kisah-kisah kelamnya, itu bisa diulik dalam artikel yang lain. Kali ini mau membahas mengenai sikap KWI yang identik dengan menjelang kejatuhan Soeharto lebih dari seperempat abad lalu.
Kini, menjelang berakhirnya kepempinan Presiden Jokowi ada tawaran, beda dengan 98 memang, namun sikapnya senada, karena memang tidak pas dan juga bahkan tidak pantas menerima itu. Tidak pada kapasitas untuk mengurus tambang yang memang bukan bidang yang benar-benar dikuasai.
Organisasi, dalam hal ini Gereja Katolik pastinya perlu juga uang untuk menggerakannya. Masih banyak pilihan untuk mengupayakan itu, namun jelas bagus menolak untuk mengelola tambang.
Hal ini tidak dalam konteks munafik atau melabur kuburan dengan warna putih. Benar, masih banyak keadaan tidak baik-baik saja di dalam mengelola Gereja, baik pengelolaan atapun pengelolanya. Namun menambang, jelas bukan jalan terbaik untuk menghidupi Gereja.
Sikap tegas ini yang penting. Suara kenabian yang disuarakan itu baik. Selama ini gembala Gereja seolah bungkam saja atas fenomena yang terjadi. Pendirian gereja yang susah, sikap intoleran yang menyerang Gereja, penistaan yang sering membuat geram. Baik mereka diam, itu urusan ecek-ecek memang, namun bersuara itu penting, apalagi berani bersikap berbeda.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan