Partai Ummat dan Upaya Sultan HB X
Sri Sultan yang melihat kebangsaan mulai luntur memiliki gagasan untuk adanya aksi mendengarkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya setiap pagi. Kemarin, ternyata membuat orang yang mendengar sontak ikut berdiri dengan sikap hormat dan terlibat.
Oun Gubernur Jateng dalam peringatan Kebangkitan Nasional memiliki gerakan aksi yang sama. Menuai dukungan positif yang cukup signifikan. Namanya juga dunia, Indonesia lagi. Biasa menghajar yang kerja dan mendiamkan saja para pemimpin tanpa aksi.
Khas memainkan agama, komunis, dan membenturkan nasionalisme dengan agama. Model yang seperti ini, mau dijadikan rujukan pemilih? Itu cara berpolitik yang sudah kuno, usang, dan tidak lagi zamannya.
Upaya yang ditempuh Sri Sultan ini bagus. Sama juga penyematan bendera di baju anak sekolah itu semua kan usaha untuk mengembalikan jati diri bangsa yang sempat memudar dan hampir saja berganti.
Minimal melakukan usaha, upaya, dan aksi untuk menangkal semua ekses pembiaran selama 10 tahun pemerintahan autopilot asal mendapatkan ketenaran. Merajalelanya gerakan intoleransi juga Jogya yang cukup masif, dijawab dengan gerakan yang bagus.
Ada upaya merendahkan, menggagalkan, dan menjadikannya sebagai bahan pembanding buruk hanya sebuah cara agar orang tidak melanjutkan usaha baik ini. Apa maksudnya?
Mereka yang sudah biasa mendapatkan keuntungan memainkan narasi nirkebangsaan jadi blingsatan. Kemenangan di depan mata sirna seketika. Perjuangan panjang sudah hampir gol malah kembali mentah.
Keadaan kekacauan itu ada yang mendisain, jangan naif dan mengira itu karena alamiah. Jelas tidak. Mereka-mereka ini, FPI sebagai pelaku lapangan dengan HTI sebagai kekuatan pemikir. Nah partai politik juga ada yang ikut dengan muka dua.
Jelas warnanya, jelas pula muaranya. Hanya menjual dan politisasi agama semata. Nasionalisme harus menjadi nyawa berbangsa.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan
Terima kasih telah berbagi wawasan ini.
Salam.
Terima kasih Mbak Nita
Salam sehat