Anak Buah Anies pada Mundur dan Bendera Palestina
Selamat Hari Kebangkitan Nasional.
Di tengah keadaan yang serba tidak menentu, pandemi dan panasnya Israel-Palestina, di sini ada saja ulah politikus minim prestasi untuk mendongkrak popularitasnya sendiri. Semua cara dipakai dan dijadikan alat untuk pencitraan.
Harapan baik, kala Sultan Hamengkubuwono dan Ganjar Pranawa menginstruksikan lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang setiap hari. Upaya simbolisasi yang baik. Biasa ada saja ulah yang mencerca, biasa, partai lagi mencari panggung, Partai Ummat. Hal yang sangat tidak laku.
Jakarta, Gubernur Anies Baswedan menggunakan momen panasnya Israel-Palestina untuk mencari panggung. Menggunakan lampu warna bendera Palestina pada jembatan penyeberangan orang. Ada dua hal yang cukup naif sebenarnya berkaitan dengan hal ini.
Satu, sikap politik, luar negeri pula, itu kewenangan pusat, bukan daerah. Ingat Jakarta itu daerah bukan pusat, hanya gubernur bukan presiden. Mau klaim serasa presiden terserah, toh tidak ada yang mengenal Anies sebagai presiden.
Sikap ini malah mempertontonkan kebodohan dan kesentimenan pribadi pada asing, bukan sikap pemimpin yang berkualitas. Hanya mencari panggung tanpa malu dan tahu diri.
Pantas saja banyak jabatan di bawahnya kosong tidak pada mau mengisi. Atasannya saja tidak jelas, tidak paham tugasnya. Wewenang dan batasannya, apalagi anak buahnya. Sejatinya tidak mungkin Anies tidak tahu. Gubernur paling keren dengan TGUPP yang woow itu. Atau mungkin bukan demi Jakarta apalagi Indonesia, namun demi pribadi dan kelompok?
Dua, ini bicara anggaran. Uang siapa untuk memuat lampu warna-warni. Karena jembatan penyeberangan, sangat mungkin uang dari anggaran daerah. Usai kelebihan bayar, kayaknya kini kelebihan ide dan gagasan. Sayang idenya tidak berdaya guna untuk masyarakat luas.
Model kengacoan di dalam kinerja dan lemahnya sikap tanggung jawab, selama ini sudah begitu jelas, sangat mungkin anak buahnya enggan mengisi jabatan yang lowong. Risiko atas perilaku ugal-ugalan atasan bersama timnya. Mereka ini malah seolah jad benalu dan parasit yang membunuh lembaga atau inangnya.
Jangan khawatir tidak ada pesta yang tak usah, tak ada gading yang tak retak, lihat saja mulai terkuak kengacoan yang menjadi-jadi. Ini hanya menantikan saatnya. Waktunya sudah menjelang.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan
Wah, kelebihan ide? Buat saya saja. He he … Selamat malam, Susy.
Ha ha ha ha