Politik Jualan Anak, antara Prabowo dan SBY
Politik Jualan Anak, antara Prabowo dan SBY
Menjelang pilpres 24 itu ada yang sangat menarik untuk diulik. Salah satunnya mengenai jualan Prabowo dengan Gibran, selain walikota Solo ia adalah anak dari Presiden Joko Widodo, presiden yang sedang menjabat. Hal yang berbeda dengan SBY yang menyodorkan ke mana-mana anaknya sendiri, AHY.
Prabowo sebagai capres abadi, harusnya pede dengan keberadaan diri dan kadernya yang militan. Tidak perlu jualan keluarga Jokowi, photo bersama rivalnya di dua gelaran pilpres, menggandeng Gibran, pernah juga Ibu Iriana, malah menjadi aneh. Toh ia juga punya anak kandung, memiliki juga DNA presiden dari sang kakek, Soeharto, presiden 32 tahun. Jauh dengan Jokowi yang hanya dua periode to.
Didit juga moncer kog, sampai sekolah dan berkarya di Amrik. Plus keturunan besar negeri ini, dari pihak bapak dan Soemitro, begawan ekonomi, dari ibu ada Soeharto, siapa yang tidak kenal bukan? Komplit, sempurna, bapaknya salah satu jenderal termuda di angkatan darat Indonesia.
Lain dengan perilaku SBY, si pepo jualan anaknya. Ke mana-mana ia tawarkan, sayang, bahwa pepo terlalu ambil alih, sehingga potensi dan daya kreatif AHY malah mendelep, nyungsep, dan akhirnya tidak jadi apa-apa.
Miris sebenarnya, semua anak memiliki kemampuan, potensi, dan bakat masing-masing. Orang tua, siapapun itu hanya perlu memberikan kepercayaan, memfasilitasi dengan dukungan dana dan kesempatan saja.
Anak yang tanggung jawabnya diambil alih, jangan harap bisa berjuang. Kegagalan bukan karena kemampuan si anak, namun orang tua yang membuat anak tidak berdaya dan malah kehilangan potensinya.
Jokowi jelas terlihat, memberikan kebebasan pada anak-anaknya, mereka menjadi apa yang mereka rintis sendiri, tidak perlu juga harus sama dengan bapaknya, proses itu penting. Memulai dari walikota, bukan langsung ketua umum partai.
Kebebasan anak-anak bukan malah menjadikan mereka boneka, membebani dengan keinginan orang tua yang ditimpakan ke pundak si anak. Miris pola pikir demikian.
Prabowo, sayang bahwa ia tidak mampu melihat bahwa anaknya juga bisa menjadi penarik simpati dan suka cita publik untuk memilihnya menjadi presiden. mengapa kudu menjual pihak atau anak orang lain?
Kualitas kepemimpinan juga terlihat dalam mendidik dan mendampingi anak-anaknya menjadi seperti apa. Jelas bukan? Visi dan pandangan atas bangsa itu juga tercermin dari mengelola rumah dan keluarganya.
Salam penuh kasih
Susy Haryawan