Ganjar: Berbudaya Biar Peka, Tidak Pekok

Ganjar: Berbudaya Biar Peka, Tidak Pekok

Menarik apa yang Ganjar katakan usai menyaksikan pertunjukan Butet dan kawan-kawan di Semarang. Sebuah pernyataan atas apresiasi seni, di mana masyarakat harus melihat atau kalau mau lagi berkebudayaan. Sekian lama polemik dan pengharaman budaya Nusantara telah membuat orang menjadi pekok bukan peka sebagaimana kata Ganjar.

Pekok dalam arti menjadi mudah emosian, senggol bacok, dikit-dikit ngamuk, tantruman, dan memperbesar masalah dan permusuhan yang ada. Berkebudaya orang akan lebih mengedepankan sisi emosional yang lembut, welas asih, suka cita, damai, harmoni, dan memberikan toleransi.

Lihat saja di jalanan, bagaimana perilaku berbudaya lalu lintas bangsa ini. Egoisme, menang sendiri, pokok e aku kudu dhisik. Lalu lintas sangat semrawut, mana ada sih budaya atau adab kog semrawut?

Perlu juga menengok bagaimana interaksi dalam berkomentar baik dalam media sosial atau menanggapi berita di media online.   Tanpa filter, asal njeplak, dan pokok e diri dan kelompoknya pasti benar dan pihak lain salah.

Agama dan politik yang paling panas. Bagaimana mereka, dua kubu ini saling serang, merendahkan, meremehkan, dan tidak ada  ungkapan bijak, damai, tenang, welas asih, dan andap asor. Isinya caci maki, merasa diri paling segalanya dan pihak lain pasti salah.

Ujaran kebencian jelas bukan produk budaya, adab, namun bi-adab dan hasil dari buah kejahatan. Bagaimana mau menikmati karya seni, ketika hatinya kosong, tanpa kasih. Hati dan budinya hanya kemarahan, iri hati, kesombongan, dan merasa diri paling segalanya.

Seni itu membutuhkan nurani yang jernih. Lihat saja bagaimana Gus Dur, Gus Mus, mereka orang-orang berkebudayaan tinggi, sehingga apa yang mereka ungkapkan, katakan, nyatakan itu menyejukkan, menyenangkan, lemah lembut, bukan caci maki, umpatan, dan kebencian. Bandingkan dengan apa yang Rizieq Shihab atau Sugik Nur. Mereka berdua biasa mencaci maki bukan mengajarkan kebaikan. Apa yang mereka tampilkan bukan kepekaan tapi kepekok-an.

Miris ketika model demikian malah lebih didengarkan. Quraish Shihab yang begitu lembut malah dimaki-maki oleh ulama jejadian.  Eh malah lebih didengarkan, diagung-agungkan. Jelas ini adalah jiwa-jiwa yang sakit. Perlu obat yang mujarab dan cespleng.

Kepekaan itu bisa dibina. Kepekok-an itu akan terjadi dengan sendirinya.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply