Prabowo dan Perhatian Pemilih Pemula

Prabowo dan Perhatian Pemilih Pemula

Keberadaan Prabowo yang masih cukup ngotot nyalon presiden lagi perlu disikapi dengan hati-hati oleh pihak-pihak yang terlibat. Mengapa demikian? kekalahan Prabowo itu dianggap sebagai nasib buruk, yang kudu dibantu dan saatnya menang. Ini bukan soal mengalah dalam permainan kelereng, namun memimpin bangsa besar yang sedang melaju menuju kemajuan yang signifikan.

Salah satu kisah inspiratif bertutur, sebuah kota tiap tahun mengadakan syukuran dengan berpesta. Setiap keluarga harus membawa satu liter wine. Apa yang mereka bawa akan dituang dalam sebuah penampang besar, sehingga nantinya setiap orang bebas minum dari sana. Apa yang terjadi? Ketika   ada yang mulai mencicipi, kog hambar, terasa bahwa itu hanya air tawar biasa, bukan wine sebagaimana kota itu dikenal.

Panitia  merah padam menanggung rasa malu, jengkel, marah, dan tentu saja kecewa. Dibukalah penutup dan tampak hanya air tawar biasa. Omong-omong, ternyata satu per satu membawa satu botol air dan menyangka, bahwa seliter air di tengah ratusan liter wine tidak akan terasa. Semua berpikir yang sama, akhirnya tidak ada yang membawa wine sama sekali.

Hal yang sama bisa terjadi pada nasib Prabowo dalam pilpres. Kaum muda, angkatan 2000-an merasa kasihan bahwa Prabowo selalu kalah dalam pemilihan presiden.  Merasa layak dibantu untuk  merasakan kemenangan. Namun apakah mereka tahu apa yang akan terjadi dan pernah terjadi sebelum itu?

Perlu diingatkan lagi, bahwa Prabowo satu-satunya Pangkostrad dan Danjend Kopasus yang dipecat dari dinas aktif militer. Para pemecat, yang bertandang tangan atas rekomendasi pemecatan masih sehat, berpikiran jernih, belum pikun.  Beberapa mendadak amnesia dan ada di kubu Prabowo sejak periode lalu. Toh masih banyak yang bersuara lantang untuk ingat  kisah kelam 98 itu yang berujung pemecatan Prabowo.

Jika berpikiran kasihan kalah terus, dan memilih Prabowo karena alasan itu, risiko tanggungannya sangat besar. Negara ini perlu pemimpin yang tegas, konsisten, dan berorientasi maju. Lihat saja apakah Menhan itu memiliki itu semua? Jauh dari harapan. Menjadi menteri pun tidak ada yang istimewa, menonjol, dan berkinerja sangat moncer. Biasa saja. Bukti bukan sekelas RI-1.

Dua periode pilpres, kampanye kubu Prabowo sangat bar-bar. Kalah tidak mau mengakui dan menuntut ke mana-mana.  Saksi-saksi      yang ternyata tidak tahu apa-apa. Hasil asumsi semata. Orang-orang yang terlibat, penasihat hukum yang mengajukan gugatan juga memiliki rekam jejak buruk. Cek saja siapa-siapa yang menggugat itu.

Itu latar belakang, keberadaan, dan laku politik yang Prabowo dan kawan-kawan sajikan. Apakah generasi muda, utamanya 2000-an yang menggunakan ranah rasa untuk memenangkan Prabowo layak?  Sepertinya  terlalu  mahal bagi negeri ini menyerahkan estafet kepemimpinan untuk sekelas presiden pada pribadi dan kelompok demikian.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan