STY dan Panggung Politik Erick Thohir

STY dan Panggung Politik Erick Thohir

Usai gagal di Piala AFF, PSSI melalui Ketua Umumnya Erick Thohir memutus hubungan kerja sama dengan pelatih kepala STY. Publik kaget dan kecewa, karena harapan untuk lolos piala dunia masih ada. Posisinya di dalam  klasemen tidaklah buruk-buruk amat.

Berbagai perbincangan terlontar, hari-hari ini begitu gegap gempita di media social, tayangan seragam, bahwa para pemain diaspora tidak respek dengan gaya melatih STY. Arogan, tidak ada ruang diskusi, dan pemilihan strategi yang bagi mereka buruk. PSSI dalam hal ini menjembatani ketidakberesan itu. Bahasan yang saya tanggap dan tanggapi adalah demikian.

Gelagat yang tidak umum adalah, satu-satunya ketua federasi yang masuk dalam ruang ganti stadion sebelum bertanding hanyalah Erick Thohir, di rekam video lagi. Wajar, ketika netizen kemudian mengaitkan dengan politis. Toh bagaimanapun ET pemain politik. Keberhasilan timnas itu jangan sampai “milik” STY, namun mengangkat pamor salah satu yang masuk radar untuk menjadi cawapres pemilu lalu. Menjadi milik Menteri BUMN ini, bukan pelatih dari Korea Selatan.

Keberhasilan Timnas tembus piala dunia itu tiket emas untuk menjadi cawapres atau bahkan capres di masa datang. Sudah pada jalur yang tepat dengan keberadaan pelatih dari Korea yang pernah mentas di piala dunia. Tidak banyak pribadi yang mampu demikian.

Nah, dengan mengganti pelatih Patrick Kluivert, apakah akan mulus? Sangat berat dengan melihat rekam jejaknya dalam melatih. Benar, ia pemain besar pada masanya, ada di klub besar, dan negara besar sepak bola. Namun selaku pelatih sama sekali tidak menunjukkan hal demikian.

Sangat riskan, jika ET menggunakan sepak bola terutama timnas ini menjadi bagian sejarah dan masuk putaran final piala dunia. Perjalanan masih cukup panjang, apalagi posisinya masih belum cukup aman. Lain seperti Jepang misalnya, yang hamper bisa dipastikan lolos tanpa kesulitan. Adaptasi pemain dan permainan lagi, kultur yang berbeda, ini soal realistis, bukan pesimis.

Jauh lebih seksi dan menjual untuk public adalah jika berhasil membangun BUMN yang bersih, berkelas, dan menjadi perusahaan yang mendunia. Itu adalah porsi dan posisinya, malah menggunakan PSSI yang bukan bidang yang sepenuhnya ia kuasai. Lebih pas jika ia membuat Perusahaan BUMN tidak lagi merugi dan bahkan pailit, memberikan pemasukan untuk negara dengan berkali lipat, pasti masyarakat akan   dengan mudah mengingat jasa dan capaiannya.

Panggung itu di depan mata, malah mencari-cari yang lebih jauh. Masih lagi tergantung pada pihak lain, dalam hal ini keberhasilan timnas sepak bola, yang membutuhkan pelatih berkelas, ketika pemain   diaspora sudah memberikan pola permainan yang lumayan menjamin.

Apakah mantan penyerang Barcelona itu mampu menaikkan rating ET, atau malah merontokkannya? Layak ditunggu. Malah sudah banyak narasi Kluivertout, padahal bekerja saja belum.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan