Su, Asu, Nasibmu

Su, Asu, Nasibmu

Beberapa waktu lalu heboh asu “dinikahkan” dengan  sangat mewah, bagi penyelenggara itu biasa. Pro dan kontra, ada pula yang mengaitkan dengan agama. Penistaan dan pelecehan menjadi barang yang sangat tinggi, hujatan menjadi begitu mudah berseliweran.

Kini terulang, ketika ada orang menjadi tersangka karena mengalungkan bendera merah putih di  asu. Polisi gerak cepat dan langsung diurus, tersangka. Berbeda ketika ada yang menglaim profesor, akademisi, dan malang melintang menjadi narasumber, mengatakan presiden bajingan tolol.

Ia berdalih ke mana-mana untuk menjadikan dia benar, dan Jokowi yang presiden itu tetap salah. Padahal Jokowi harusnya adalah korban, masih saja dipersalah-salahkan, padahal diam saja. Polisi diam sampai hari ini, seolah manusia satu itu lebih dari presiden dan mencaci maki dengan seenaknya sendiri, dan kebal hukum.

Dua kali si anjing, asu itu ternistakan, terhinakan, ketika ikut merasakan “menjadi manusia,” hanya sejenak, “dimantukan” pada heboh, protes. Salah e asu apa? Pun ketika  si pemilik anjing mau merayakan hari kemerdekaan bangsanya, mengalungkan merah putih, yang diasumsikan itu bendera kebangsaan, auto tersangka.

Lha itu pantat truk, mobil box juga diberi bendera. Dijepitkan pintu, sudah usang lagi, mosok itu bebas, dan si anjing itu yang kena kasus hukum. Tidak heran ketika Paris Hotman Hutapea mempersoalkan hal ini, wajar, layak, dan tepat. Di mana pelanggarannya. Cek saja di google, ketika perayaan misalnya karapan sapi, di sana juga bendera menjadi asesoris. Mana penistaan, penghinaan, atau pelanggaran hukumnya?

Malah lebih aneh lagi, ketika ada tentara melindungi ponakannya yang diduga jual beli tanah dengan akte bodong, mendatangi kantor polisi dengan berombongan, grudugan, Panglima TNI mengatakan tidak etis, oleh anak buahnya di daerah hanya dikatakan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan.

Hukum begitu sumir, subyektif, dan seenak wudelnya sendiri. Darurat hukum, karena penegak hukumnya yang malah mempermainkan, menafsirkan sesuai dengan kepentingan, dan keuntungannya sendiri. Miris.

Demokrasi tanpa nurani dan kemampuan bertanggung jawab ya seperti ini. Publik mengira itu   adalah pelanggaran hukum, bisa ketemu pasal untuk membenarkan. Akal-akalan hukum menjadi parasit yang memiliki daya rusak tinggi.

Miris.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan