Cawe-cawenya SBY

Cawe-cawenya SBY

Hal yang tidak mengejutkan ketika SBY-Demokrat merapat ke kubu Prabowo. Lebih tidak habis pikir itu kenapa SBY yang kedlarang-dlarang ke Hambalang. Kan yang ketum AHY dan juga yang mau jadi kandidat wapres. Aneh dan lucu sih partai ini.

Puan langsung merespons, bahwa kans AHY bersama Ganjar sudah purna. Ini sih bahasa basa-basi semata. Sama sekali PDI-Perjuangan tidak mengambil porsi utama untuk memakai AHY, sebagai pasangan di pilpres 2024. Mengapa?

Pertama, hanya tinggi di hasil survey. Lihat saja Anies Baswedan dan koalisinya saja tidak melirik barang sejenak. Mereka bahkan memuntahkan itu sejak awal. Kegalauan yang coba dimantaatkan partai banteng saja.

Kedua. AHY rekam jejaknya belum sama sekali teruji. Lihat Prabowo malah memuja-muji Gibran, bertemu berkali ulang, dan menggunakan nama dan photo Jokowi dan Gibran, bukan SBY dan AHY. Artinya nama AHY tidak cukup meyakinkan untuk menambah daya saing yang kompetitif di pemilu presiden 24.

Ketiga, cawe-cawenya SBY memperlihatkan jika AHY jadi sesuatu tidak akan tinggal diam. Ikut terus dalam tanggung jawab anaknya. Ini bukan pep yang bertanggung jawab, justru orang tua yang tidak mampu mendidik dirinya sendiri dengan kepercayaan. Pantas AHY dan SBY itu terlihat tidak mandiri dan otonom. Gede hanya karena terdorong nasi.

Keempat, wajar AHY terdepak dari mana-mana, makin hari terlihat jelas kapasitas dan mutunya. Belum lagi sikap peponya yang tidak nrima ing pandum. Teriak-teriak jangan cawe-cawe dirinya malah ikut campur dan sangat vulgar.

Kelima, SBY harus tahu diri, biarkan AHY berkembang menjadi dirinya, bukan sebuah imitasi SBY atau bahkan boneka semata. Kasihan, AHY kapasitas besar, namun karena dikangkangin SBYlah menjadi seperti itu.

Keenam. Prabowo dan kanca-kancanya ini identik dengan 2014 dan 2019. Bersama-sama mengeroyok Jokowi dan PDI-Perjuangan. Toh hasil akhirnya sama saja bukan? Masih pada ingat tentu saja.

Ketujuh, sikap Demokrat juga pasti atau hampir bisa dipastikan setengah hati, tidak akan ada kerja keras demi pilpres, dan itu dampaknya juga di pileg, jangan merasa besar dan kemudian mengaku tetap gede dan dipercaya publik.

Kedelapan, sikapnya yang mendua inilah membuat Demokrat tidak banyak berkembang, malah menyusut. Belum lagi jika bicara profesionalisme berorganisasi. Di mana ini adalah struktur keluarga ala-ala kerajaan. Tinggal tunggu jemblugnya saja, tidak  akan makin gede, malah        makin suram.

Kesembilan, partai-partai pragmatis berkumpul. Lihat saja janjinya adalah ala-ala Robin Hood, bagi-bagi dan gratis. Padahal jelas-jelas kondisi demikian itu perlu ditinggalkan. Malah dipelihara dan dibesar-besarkan, jelas saja ini malah mundur, bukan maju.

Negara ini perlu makin maju dan berkembang. Jalan yang dirintis Jokowi jangan malah dinegasi oleh calon penggantinya yang memang tidak mampu. Mengandalkan otot dan ngotot saja, ditambah amunisi asal bicara seperti SBY dan AHY, tidak makin jelas, malah makin suram bagi koalisi Prabowo.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan