Terorisme, Bom Bunuh Diri, dan Penjara saja Tidak Cukup

Berita prihatin dan memilukan masih hangat menjadi perbincangan. Lagi bom bunuh diri di kantor polisi. Sudah cukup lama tidak terjadi demikian, kini ada lagi.  Korbannya adalah si pelaku dan polisi yang pastinya tidak ada sangkut pautnya dengan pelaku.

Konon, menurut pembicaraan dan pemberitaan, korban sekaligus pelaku ini adalah mantan napiter yang baru saja keluar. Selesai masa hukuman tidak mengubah pemahaman, ideologi, dan juga cara berpikir dan bertindaknya.  Mengapa bisa demikian?

Proyek, pokoknya berjalan, birokrasi melaksanakan proseduralnya, bisa-bisa dapat keuntungan secara gede-gedean. Mau mblangkrak, mau selesai, atau kembali jadi lebih pinter tidak pernah menjadi perhatian.

Evaluasi jelas sangat lemah. Pemikiran utamanya proyek. Jadi mau hasilnya seperti apa ya tidak akan menjadi perhatian. Jika pelaku datang lagi artinya cuan, bisa menjadi proyek baru. Begitu terus sampai ulat menjadi kupu-kupu akan terus terjadi.

Ideolog. Ini soal ideologi yang tidak akan mati. Bagaimana semua lini, polisi, militer, jaksa, hakim, ASN, pemuja ideologi tertentu. Bisa  dilihat pemotongan hukuman, sikapnya pada para pelaku dan tindakan ini.

Dukungan. Ini mau langsung atau tidak langsung, toh masih begitu banyak. Lihat saja utamanya yang sok oposan atau barisan sakit hati. Ada Fadli Zon, ada PKS, yang selalu menuduh pemerintah justru yang melakukan perilaku keji. Ini aneh dan ajaib, bagaimana demi hasrat politik memuja pelaku menyimpang dan memojokkan pemerintah yang bekerja.

Pembiaran. Jelas ini ada masa di mana, pelaku dan juga kelompok yang berafiliasi demikian didiamkan selama beberapa waktu. Mereka sudah masuk pada begitu banyak lini pemerintahan, militer, dan polisi. Wajar ketika ada penegakan hukum mereka akan beramai-ramai  menyuarakan dukungan dan menyalahkan penegak hukum.

Kepentingan. Politikus minim prestasi menunggangi apa saja demi ketenaran dan kepentingan mereka. Termasuk bekerja sama dengan iblis sekalipun mereka jabanin.

Kondisi-kondisi di atas sangat merusak. Penegakan hukum dan tindakan tegas diputarbalikan dengan mengedepankan kepentingan mereka sendiri. Penjara tidak cukup efektif. Mengenai cara yang lebih tepat adalah jangan beri peluang para petualang yang mendompleng di atas kisah tragis itu.

Tangkap  dan lakukan tindakan terukur pada pihak-pihak yang mendukung tindakan terorisme. Mosok polisi tidak punya cara. Asal memuji dan mendukung serta menyalahkan polisi, pemerintah, densus, cokok, bina beberapa hari, pasti akan kapok.

Pelaku dan juga pentolan itu tidak hanya diberi makan gratis di penjara. Buat mereka jera. Kerja sosial misalnya, membangunkan infrastruktur yang mereka rusak. Enak saja pemerintah yang membangun, mereka merusak terus. Pemborosan.

 

Leave a Reply