Tugu Sepatu Anies Baswedan, Sebuah Kesengajaan, Politik Cemar Asal Tenar

Riuh rendah tanpa isi hanya dihasilkan orang yang tidak memiliki mutu. Pihak lain kerja keras untuk mengatasi pandemi, ia menyerahkan kepada pusat, kala melaju pesat. Usai keadaan sangat bagus, mengaku kinerjanya moncer. Hanya orang yang tidak memiliki integritas berani demikian. Mirisnya adalah pemujanya banyak.

Tiba-tiba pembicaraan dikagetkan dengan munculnya monumen sepatu. Apa sih kaitan Jakarta dengan sepatu? Berbeda jika itu adalah Cibaduyut Jabar atau Magetan Jatim, memang sentra sepatu. Jakarta, mosok mau buat patung  jalanan macet atau  banjir? Kan gak lucu, dan juga susah.

Menyelip juga KPK memanggil yang bersangkutan sebagai saksi di KPK soal korupsi tanah. Harapan publik terutama yang berbeda afiliasi politik sudah sangat tinggi. Namun jangan lupa, dia ini punya tim yang sangat komplet. Jadi susah untuk menjeratnya dengan pasal  maling di  KPK. Perlu kecerdikan sebagaimana menghadapi Rizieq dan Munarman.

sepatu

Mengapa begitu sulitnya menangani kekacauan Jakarta dan gubernur ngaco itu?

Demikian banyak kepentingan oposan yang bersama-sama ada di belakang Anies Baswedan. Ia satu-satunya harapan untuk bisa melampiaskan sakit hati bagi yang kalah dalam segala hal atas Jokowi. Ia juga  satu-satunya tokoh ideologis yang menjanjikan untuk bersama-sama dalam satu barisan bersama anak ayam yang kehilangan induk. Radikalis dan ultrakanan.

Mengapa seolah menumpuk masalah untuk mendapatkan pembicaraan secara masif? Sebentar lagi ia tidak memiliki panggung. Tahun 22 sudah mendekat. Pilkada serentak ada pada 24. Ia juga tahu susah untuk bisa memegang jabatan pelaksana tugas. Nah, ketika masih menjabat, untuk berprestasi jelas tidak mungkin, satu-satunya cara ya ngaco dan ngawur. Kan sama-sama dibicarakan.

Ia lupa, partnernya dulu, Sandi, begitu ngaconya dalam pilpres, apa yang terjadi? Ya kalahlah. Publik itu sudah pinter, sayang bahwa elit seperti Anies Baswedan ini tidak berubah karena memang tidak punya kapasitas.

Kemenangan di Jakarta ia anggap sebagai sebuah prestasi, kerja keras dan cerdasnya. Lupa, bahwa karena Ahok yang dijadikan sasaran tembak banyak pihaklah ia bisa melaju. Tanpa kasus penistaan agama, mana bisa menang.

Tapi, perlu diingat, bahwa banyak pula publik yang masih mudah dikelabui dengan ayat, kata-kata santun namun omong kosong. Apa iya masih mau dipercaya model demiikian?

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawa

Leave a Reply