Upload Foto Upacara dan Nasionalisme

Upload Foto Upacara dan Nasionalisme

Menarik apa yang terjadi dengan model membaca sikap nasionalisme yang sedang digalakkan di kalangan birokrasi. Tidak menyalahkan sebagai sebuah upaya, menakar, membaca, dan menanamkan sikap nasionalisme. Para pegawai dan murid-murid harus melaporkan ikut upacara dengan mengunggah photo dengan gambar televisi. Hal ini terjadi karena pengalaman masa pandemi, di mana upacara dilakukan secara daring. Bukti nyata paling sederhana adalah upload photo.

Namun, jika kini dalam masa normal, kegiatan photo upacara yang diupload dianggap sebagai bahan penilaian sikap nasionalisme kog naif rasanya. Tidak cukup, faktanya banyak pegawai, siswa, ataupun siapa saja bisa juga mengikuti upacara, menjadi petugas bahkan, namun di dalam media social tidak mencerminkan demikian.

Lihat saja, bagaimana aksi intoleransi sangat marak, komentar dukungan pada khilafah, pemaksaan kehendak dalam ideologi tertentu pun tidak sedikit dilakukan   ASN.  Lihat saja ibu-ibu yang membubarkan ibadah ternyata seorang ASN. Pastinya ia juga ikut upacara rutin di sekolahnya. Toh masih berpikiran sangat sempit seperti itu. Apalagi kalua hanya upload kegiatan “nonton upacara” pastinya akan dengan mudah ia lakukan.

Jauh lebih penting menyanggongi media sosialnya jika mau tahu seberapa nasionalis atau radikalisnya warga Masyarakat ini. Demikian gamblang perilaku mereka melalui media social. Bagaimana aksi, reaksi, dan juga status mereka di dalam jagad maya. Kecenderungan mereka berani dan gamblang dalam dunia media social dari pada kehidupan nyata.

Aksi intoleransi dalam hidup nyata itu tidak akan sebanyak yang ada dalam dunia maya. Nasionalis atau ideologis yang lain akan sangat transparan dalam berinteraksi di dalam jagad maya itu. Mau tidak, pihak-pihak yang terkait, nyanggong atau nyatroni mereka ini?

Dampak sangat mengerikan pembiaran dalam alam pikir mereka. Bagaimana mereka nanti Ketika mengajar, jika itu adalah guru atau pendidik. Menyebarkan dengan sangat mudah dan massif bagi murid-muridnya.

Minimal soal kebencian dan pemikiran radikal itu sangat mudah dibaca dari aktivitas media social mereka. Terlalu minim jika hanya karena upload photo dianggap sebagai nasionalis. Perilaku sehari-hari bisa dilihat dari tayangan media sosial mereka.

Cara berpakaian dan bersikap dalam hidup Bersama. Contoh, bagaimana ada ASN yang anti salaman dengan teman yang lain agamanya. Kegiatan Moderasi Beragama, namun masing-masing berbicara di kelompokknya sendiri, tidak bareng-bareng dengan yang lain. Mendukung aksi intoleransi dengan mengatasnamakan paradigma dan dogmanya sendiri, bukan Pancasila sebagai parameter.

Model demikian toh pasti mau juga jika hanya upload photo Bersama televisi mengikuti upacara. Perlu lebih cerdas untuk memahami ideologi seseorang. Sederhana sebenarnya, hanya mau atau tidak. Itu saja.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan