Beaya Pendidikan Tinggi Mahal dan Potensi IQ 83  Bertahan

Beaya Pendidikan Tinggi Mahal dan Potensi IQ 83  Bertahan

Mris, di tengah keprihatinan bangsa ini dengan laporan IQ terbaru anak-anak negeri di kisaran 83, meningkat dari laporan sebelumnya yang hanya 78, mahal beaya pendidikan tinggi ugal-ugalan. Mencapai angka sembilan digit alias di atas Rp.100.000.000, 00. Jelas sangat tidak terjangkau bagi masyarakat kebanyakan.

Angka itu untuk PTN. Padahal  PTS malah jauh lebih rendah. Menjadi aneh, wong gaji dosen dan karyawan dari negara karena ASN, bangunan-bangunan dan pemeliharaan anggaran negara.  Sarana dan prasarana semua menjadi beban anggaran negara. Nah, bagaimana bisa lebih mahal dari swasta yang semua dana harus dari pembayaran mahasiswa.

Harga tinggi pendidikan lanjutan yang demikian jauh dari jangkauan khalayak umum. Seolah elitis dan bukan untuk  semua warga negara. Bagaimana mau memperbaiki tingkat kemampaun intelektual yang masih dalam tataran rendah itu?

Minat baca rendah, harga buku yang sangat mahal, dan malah gandrung tiktok, yuotube, dan media sosial dibandingkan belajar atau membaca. Jarang, bahkan tidak ada lagi orang membawa atau menenteng buku di tempat-tempat umum. Lha wisuda saja para pejabat teras kampus menentengnya HP, sama sekali tidak ada yang membawa buku sebagai bahan bacaan.

Jangan ngeles membaca bacaan digital, sama sekali tidak yakin. Apa dasarnya? Gerakan jari dan tangan sangat berbeda ketika bermain media sosial atau membaca buku PDF misalnya. Jika bermain media sosial tentu akan sering jari memencet keyboard untuk menulis, scroll ke atas yang lebih sering. Sangat berbeda ketika membaca buku akan lebih sering scroll ke atas dan itu perlu waktu yang cukup lama, per lembar bisa lebih dari satu menit.

Aktivitas digital akan bisa ditelaah meskipun tidak sepenuhnya benar, namun tentu saja asumsi itu ada dasarnya. Apalagi jika menyaksikan video, jelas sangat terlihat, lain aktivitas membaca atau sekadar hiburan.

Hal tersebut adalah aktivitas pendidik yang sangat lemah membaca, pun kebanyakan masyarakat juga relatif sama. Dampaknya adalah mutu intelektualitas anak bangsa. Mana bisa meningkat jika lemah dalama asupan gizi, terutama untuk otak.

Apa korelasi pendidikan tinggi yang makin mahal dengan intelektual yang rendah?

Pertama, suka atau tidak pendidikan akan meningkatkan mutu IQ masyarakat. Tanpa pendidikan      masih bisa diharapkan dengan kebiasaan membaca, sudah pendidikannya mahal, eh malah tidak mau membaca, ya makin tenggelam saja.

Kedua, mengapa PTN mahal, inefisiesi. Mau berat hati atau suka rela menerima, selama ini apa yang dikelola negara, lihat saja BUMN yang selalu merugi, karena gaya hidup pengelolanya sangat mewah. Identik dengan PTN yang bisa diasumsikan bahwa mereka berperilaku yang sama. Karena pengelolaan yang lemah, evaluasi tidak ada lagi.

Ketiga, bagaimana membangun intelektualis ketika pendidikan tinggi tidak terjangkau. Pihak kementrian mengatakan mengapa mahal? Karena itu adalah kebutuhan tersier, bukan pokok sebagaimana pendidikan dasar yang wajib.

Aneh bin ajaib sebenarnya, jika demikian pendidikan tinggi disamakan dengan berwisata atau healing. Jelas sesat pikir. Ngeles tingkat dewa atas perilaku ugal-ugalan pengelola PTN yang mematok beaya ugal-ugalan.

Benar jer basuki mawa bea, semua butuh beaya. Namun tentu saja yang wajar, bisa dijangkau dengan seumumnya masyarakat. Tidak malah hanya untuk kalangan elit.

Keempat, saya pribadi, mengamati lingkungan sekitar, banyak anak lulusan SMA-K bisa kuliah, berbeda dengan satu dua dasawarsa lalu yang sangat sedikit, itu adalah harapan. Sekarang sangat mungkin sirna dan malah kembali ke zaman saya. Miris.

Pemangku kebijakan harus bijak, bukan soal  uang atau harga, namun masalah masa depan bangsa. Jangan sampai karena ugal-ugalan pengelolaan nantinya masyarakat yang menjadi korban. BUMN saja kacau hingga detik ini, mosok mau ditambah lagi.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan