Rambut, Sandal, Sekarang Peluh Nabi Muhamad

Rambut, Sandal, Sekarang Peluh Nabi Muhamad

Beberapa waktu lalu ada kehebohan dengan berita adanya tokoh agama membawa rambut Nabi Muhamad. Menambah dramatis dengan keterangan bahwa pesawatnya dikawal oleh jet tempur. Kemudian hari ramai-ramai rambut ini menjadi sebuah magnet untuk orang berduyun-duyun menghormatinya.

Ada tayangan lain sandal dari abad ketujuh, dan kog yo masih terlihat bagus. Lagi-lagi orang berdatangan, menciumi, menghormati, hingga pada terharu amat sangat. Menangis karena kagum, dan haru.

Kini, yang terbaru, konon air keringat Baginda Rasul yang dibawa ke sini. Entah bagaimana bisa meyakinkan  air sekian abad itu benar-benar dan sah dari keringatnya Nabi Muhamad itu.

Keadaan, kisah-kisah yang berseliweran itu berbarengan dengan tuntutan tes DNA pada pengaku keturunan beliau. Yang bersikukuh tidak mau melakukan tes. Namun malah mengeluarkan kutukan bagi siapa saja yang meragukan mereka. Padahal sederhana, test jalani saja. Jika iya malah makin sahih. Mengapa kudu   repot-repot mempertahankan dengan sesumbar dan kutukan.

Artikel ini bukan mau menistakan siapapun. Hanya mengajak untuk bersikap kritis. Sepakat bahwa sangat mungkin peninggalan sekian abad itu masih ada. Namun jika dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan pihak-pihak tertentu, ketika diminta membuktikan sahih atau tidaknya, malah ngamuk, layak diragukan.

Sebenarnya, tidak penting mau peninggalan itu ada atau tidak, namun bagaimana perilakunya setiap hari. Makin   welas asih atau malah bengis? Itu jelas memperlihatkan mutu beragama dan beriman. Sikap menghargai yang lain, toleran, lebih manusiawi, rendah hati, dan peduli, itu ciri-ciri beragama yang baik dan benar.

Beragama yang meggunakan nalar itu penting, sehingga tidak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Lihat saja bagaimana perilaku para pembawa peniggalan Nabi itu, apakah hidupnya penuh damai, cinta pada sesama, menghargai, dan perbuatan baik lainnya? Atau malah sebaliknya?

Ketika memberikan pengajaran dengan lembut atau malah melotot, meneduhkan atau merendahkan, sesederhana itu. Jika malah hal-hal buruk yang dominan, ya sangat mungkin itu adalah bualan semata.

Sekali lagi ini bukan mau mengolok atau melongok agama lain, namun melihat dengan gamblang perilaku beragama yang tidak semestinya. Hal-hal baik dan bagus masih banyak, memberikan bantuan pada yang membutuhkan, hidup rukun dengan keluarga dan tetangga, itu juga perbuatan baik kog.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan