Klaim Demokrat Sesat
Masih akan panjang kelihatannya persoalan surat AHY kepada Presiden Jokowi soal kudeta. Intrik dan trik yang makin melebar, tidak bisa disangkal. Saling tuding dan saling tolak dan ujungnya merendahkan Demokrat sendiri. Loyalis Anas Urbaningrum menyatakan itu dengan lugas, mengapa kami mengurusi Demokrat, terlalu kecil itu.
Hal yang wajar, susah melihat orang yang sudah “terbuang” akan kembali kepada asalnya. Berbeda jika tersingkir dengan cara yang lebih baik. Lha terdepak karena kasus korupsi yang masih cukup bisa diperdebatkan sebenarnya. Toh semua masih diam, entah satu atau dua dekade lagi. Marzuki Ali sudah mengatakan dengan keras kog, berarti ada sesuatu.
Tidak akan ada asap tanpa api. Sekelas Marzuki Ali tidak akan memberikan pernyataan dan tantangan yang tidak memiliki dasar. Sudah sepuh dan juga tidak lagi memiliki kepentingan lebih jauh. Mau jadi apa lagi?
Patut dicurigai itu yang paling ngotot membela bak babi buta, dan malah cenderung lebay. Contohnya Syarief Hasan yang mempermalukan AHY dan sangat mungkin membuat keadaan makin runyam. Penyebutan nama-nama yang kemudian dibantah dan ada yang melapor kepada SBY, juga AHY meminta maaf khususnya kepada Max Sopacua.
Lancang, atau melebihi kapasitas. Konpres AHY sudah pada koridor yang semestinya, tanpa penyebutan nama, hanya indikasi mengarah kepada pihak-pihak tertentu. Karena ada yang offside akhirnya bola salju meliar dan malah bisa menjerumuskan AHY dan juga SBY.
Pengungkapan kisah kelam 1996 itu juga sejatinya, pada hakikatnya malah mempermalukan SBY dengan amat sangat. Usia pensiun, selesai menjabat presiden dua periode. Jabatan tertinggi pada sebuah negara lho, bukan main-main, eh malah dirusak oleh kadernya sendiri. Ini persoalan serius.