Presiden Prihatin Peringkat Pendidikan dan Laporan Ketidakjujuran Perguruan Tinggi Indonesia

Presiden Prihatin Peringkat Pendidikan dan Laporan Ketidakjujuran Perguruan Tinggi Indonesia

Presiden Jokowi merasa prihatin karena peringkat pendidikan dan Kesehatan Indonesia masih ada di nomor 57 dan 58. Lompatan daya saing yang beranjak tujuh peringat, dari 34 ke 27 belum dibarengi dengan peringkat mutu dua segi itu.

Pada waktu yang hampir bersamaan, ada laporan bahwa dunia Pendidikan, khususnya perguruan tinggi memegang peringkat dua di dunia mengenai ketidakjujuran. Ada pula penelusuran dan laporan sebuah   media yang menuliskan bagaimana para guru besar memperoleh gelar professor mereka.

Hari-hari ini merupakan masa masuk sekolah baru. Sistim zonasi yang mau membongkar favoritisme sekolah menelorkan cara baru dalam kecurangan. Ada pemalsuan KK, atau rebutan murid yang sangat sengit di sebuah kawasan.  Laporan media menyatakan, banyak sekolah kekurangan murid baru.

Bagaimana mau meningkatkan peringkat, saat dunia pendidikan  demikian banyak persoalan yang seolah tidak disadari, bagaimana mau membenahi jika demikian?  Belum lagi jika bicara mengenai kurikulum yang sering membuat guru malah pusing.

Masalah di lapangan jauh lebih kompleks jika para elit dan pejabat itu turun ke bawah. Laporan yang ada belum tentu sama atau sesuai dengan fakta yang terjadi. Model anak harus naik kelas, ketakutan pelaporan polisi dan tuntutan HAM, beban administrasi, mengejar sertifikasi, dan beban lainnya itu pastinya mempersulit dalam memperjuangan mutu pendidikan.

Konsentrasi para guru pendidikan dasar adalah sertifikasi, aman dari tuntutan HAM dan polisi. Hal yang bisa jadi menepikan kepentingan pendidikan dan pengajaran pada peserta didik. Tidak heran peringkat pendidikan demikian dan rata-rata IQ di kisaran 90-an.

Para pendidik di perguruan tinggi mau mencapai jenjang guru besar dengan cara yang sangat tidak elok. Wajar bukan ketika konsentrasi pada uang, mau sertifikasi dan juga tunjangan guru besar itu ujungnya adalah duit.

Tentu saja pemerintah maunya adalah kesejahteraan para pendidik sehingga meningkatkan kinerja mereka. Namun sayang, bahwa tujuan itu tidak tercapai. Masalahnya adalah kesadaran, dan pendidikan   kita yang memang menghasilkan pribadi demikian ini. Pilu.

Optimis bahwa akan ada perubahan perlu tetap diyakini akan mengubah keadaan. Pasti dan butuh perjuangan terus menerus.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan