Darurat Baliho dan Slogan

Akhir-akhir ini, terutama jalan protokol di kota-kota besar, penuh dengan baliho politik. Hal yang baru memang. Dulu, pileg sama juga, namun dengan besaran spanduk yang relatif, bahkan sangat kecil karena keterbatasan dana.

Baliho AHY yang disusul milik Puan memang menjadi pembicaraan yang sangat panas. Kondisi pandemi yang seperti ini, jadi membuat keadaan sensitifitas meningkat. Dalih soal empati, padahal dasarnya adalah politis.

Darurat Baliho dan Slogan

Sebenarnya, soal baliho ini hanya secuil masalah yang ada. Lihat saja  begitu banyak bentangan-bentangan kain, MMT, zink, dan aneka bentuk iklan, mau komersial ataupun sebatas aksi sesaat di mana-mana. Belum lagi kalau ada kegiatan partai politik dan ormas.

Selesai acara ya dibiarkan saja, dan menjadi kumuh, merusak pemandangan, dan seolah-biasa saja.  Belum lagi jika bicara nantinya akan berujung menjadi sampah dan limbah. Ini masalah serius yang seolah tidak menjadi pertimbangan.

Slogan, di kantor-kantor, terutama instansi negara. Slogan, kawasan bebas rokok itu apakah sudah sepenuhnya efektif? Mungkin karena kebanyakan sudah berpendingin ruangan suka atau tidak, ini sudah lebih baik.

Baliho

Nah, ketika kawasan integritas, antikorupsi dan suap? Apakah benar demikian? Ataukah semata tulisan yang tercetak dan kalau usang menjadi limbah? Identik. Toh perilaku koruptif masih saja. Sangat mungkin suap tidak, namun terlambat tanpa merasa bersalah, main smartphone ketika bekerja, dan asyik ngegame waktu jam kerja, jangan lagi ditanyakan.

Ini soal mental. Bukan semata tulisan di dinding atau dibagian yang jelas terlihat mata. Perubahan masih jauh dari harapan.

Kini, dengan pandemi menambah lagi satu tulisan dan banner, kami, satgas atau bagian atas taat  prokes dan sejenisnya. Lagi-lagi semata tulisan, hanya peringatan yang tidak ada tindak nyata yang cukup siknifikan.

Ama antara baliho politik, banner slogan ini dan itu, hanya berujung menjadi sampah dan limbah, kala perilaku mendasar tidak dibentuk. Budaya baca sangat lemah, abai akan konsensus, merasa sok tahu dan selalu benar.

Masalah mendasar, sikap mental yang kudu dibenahi. Kesadaran hidup bersama yang perlu menjadi sebuah gaya hidup, taat azas dan konsensus untuk hidup lebih baik. Empati dan simpati bukan semata tulisan atau sumpah-janji, namun perilaku dan aksi nyata.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

2 thoughts on “Darurat Baliho dan Slogan

  • August 16, 2021 at 2:03 pm
    Permalink

    Sistem masyarakat yang permisif, budaya instant mendukung tumbuh suburnya korupsi. Mentalitas dan budayalah yang harus disasar untuk menumbuhkan perilaku antikorup.
    Terima kasih artikelnya…🙏

Leave a Reply