Jokowi dan Presiden Ini
Apa yang tampil hari-hari ini, secara politik dan kepemimpinan, kita bisa belajar banyak. Dua presiden yang berurutan itu bak bumi dengan langit. Satunya banyak wacana, yang lain eksekusi langsung.
Beberapa hal layak menjadi pembelajaran.
Pertama, Petral. Ini mafia berkedok perusahaan untuk impor BBM. Masa lalu keberadaan mereka sangat jaya karena didukung oleh kepentingan dan ketamakan elit. Subsidi menjadi solusi, impor menjadi jalan untuk mendapatkan selisih harga dan itu sah secara proseduran perundangan.
Rakyat dimanjakan, namun nina bobok di mana semua adalah hanya kamuflase, agar diam dan tenang. Semua semu. Keuangan negara sangat buruk dan hingga hari ini beban itu masih kuat. Selain rakyat dibuai juga agar tidak memperhatikan ketamakan elit yang maruk dengan kekayaan negara.
Kedua, proyek mangkrak. Era lalu, begitu banyak proyek-proyek yang tidak jalan. Mengapa? Uang atau dana untuk bancaan. Takut tidak populis kalau membebaskan lahan, memilukan. Hal yang sangat mendasar seperti jalan, bendungan, dan proyek-proyek demi kesejahteraan rakyat tidak diprioritaskan.
Gelontoran subsidi menjadi solusi agar rakyat diam dan nyaman. Padahal di Papua, dan pedalaman lain harga BBM sangat mahal, belum lagi listrik mana ada. Sila kedua belum terjadi bagi banyak pihak.
Ketiga, kelompok ultrakanan semacam HTI, FPI, dan kawan-kawan mendapatkan tempat istimewa waktu itu. Semua dibubarkan Presiden Jokowi. Apakah mereka puas dan senang? Jelas tidak. Kolaborasi yang malu dan dibuarkan membuat aksi-aksi mengganggu ketenangan bernegara.
Kelompok ini jangan dikira sudah selesai dengan pembubaran. Belum, karena saking kuat dan liatnya mereka masuk pada semua lini kehidupan.
Keempat. SDA, kekayaan bangsa ini siapa bisa membantah? Nah nikel menjadi komoditi masa depan yang sangat menggiurkan. Dulu, minyak dan bahkan emas di Papua menjadi bancaan asing tentu bersama elit tamak di sini. Semua dikembalikan kepada pengelolaan bangsa dan negara.
Ini juga menjadi masalah bagi elit, ketika mereka terganggu kepentingan dan kesempatan maling. Jangan dikira bangsa-bangsa yang sudah nyaman itu diam saja. Tidak. Ini juga pemikiran untuk 24 nanti, jangan sampai para elit tamak kembali menggarong negara.
Keadaan yang sangat bertolak belakang. Pembangunan masif namun sangat tidak kondusif itu karena keadaan di atas. Para elit bangsa ini, yang hanya mikir pokok kenyang dan kaya, bangsa digerogoti tidak soal.
Mereka-mereka ini menjadi kacung bangsa asing untuk menciptakan ketidakstabilan berbangsa. Jangan salah dan jangan mau terkecoh.
Tampilan alim tetapi garong. Bahasa halus tetapi culas. Agamis tetapi hanya lamis dan semua kesempatan habis hanya untuk mereka sendiri.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan