Puan Berempati pada AHY, Belajarlah dari Srimulat
Sikapnya yang menyerang pemerintah, dan Jokowi secara personal, itu yang membuat publik jengkel dan menertawakan segala usaha menaikan pamornya. Adik dan bapaknya pun setali tiga uang. Berkutat dengan membandingan prestasi bapaknya yang kalau mau jujur tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang sekarang.
Tidak masalah mengagung-agungkan prestasi Demokrat dan SBY pada masa lalu, tapi mbok ya tidak usah dengan menjelek-jelekan apa yang lebih baik. Ini kan konyol.
Kini, Puan menemani AHY. Sama-sama anak presiden dan naga-naganya juga pengin nyapres juga. Perilakunya juga makin ke sini semakin menjadi bahan ledekan. Usai mengajak berseteru salah seorang kader PDI-P karena aktivitas bermedia sosial, kemarin ia ikut menanam padi di sawah.
Meniru dan katrok ala Yusril masuk pasar dengan maksud merakyat, namun tidak bisa, karena tidak biasa. Sama dengan Puan, mengapa masuk lumpur dan sawah, yang ia tidak pernah lakukan. Ganjar bermedsos ria itu sudah lama, bukan hanya sejenak, ketika mau membranding diri. Tanggapan warga yang mengeluh cepat direspon. Ini sudah kenal dan familier dengan media sosial.
Otentik dan orisinalitas itu kepunyaan, milik, ketika tidak memiliki itu, ya tidak akan bisa memberikan apa yang otentik. Ketika meniru maka akan terlihat konyol dan menjadi bahan tertawaan.
Begitu melimpah kekhasan dan keunikan pribadi itu. Mengapa harus meniru dan menyontek. Mau orisinal. Belajarlah dari pemain Srimulat, Gogon, Gepeng, Tarzan, Asmuni, Pak Bendot, Mamiek, dan juga Tukul. Termasuk dengan menjadikan kekurangan sebagai cara menarik perhatian. Marwoto dengan mulut lebar, Yati dengan hidung peseknya. Siapa yang bicara kumis lele, pasti Tukul yang akan mengaku dengan bangga.
Tidak ada yang meniru atau mengambil alih. Jika iya pun itu sebagai candaan dan bahan guyonan. Belajarlah pada Srimulat.
QUIZ :