Reuni 212 dan Anies Baswedan Bak Kacang Lupa pada Kulit

Awal bulan, PA 212 mau mengadakan reunian. Sayang bahwa izin kepolisian tidak keluar. Mereka meradang, mengapa reuni tidak boleh, padahal sebelumnya demo buruh mengenai UMP diberikan izin. Masih menjadi perbincangan hangat.

Pihak yang terkait langsung mengatakan, Gubernur DKI tidak memberikan rekomendasi, selaras dengan Satgas Covid 19 Provinsi  Jakarta. Polisi sangat ringan menjawab karena memang prosedurnya demikian.

Ada hal yang menarik adalah, bagaimana sikap Gubernur DKI, Anies Baswedan, yang oleh salah satu pemberitaan media dikatakan, mulai menjaga jarak dengan kelompok 212. Bagaimana ia memunggungi siapa yang paling berperan dalam mendapatkan kemenangan pilkada DKI 2017. Siapapun yang melek politik akan paham.

212

Mengapa demikian, toh sekian lama reunian juga ikut terus?

Makin dekat dengan pilpres. Mulai cuci-cuci dan pilih kawan dan menjaga jarak dengan pihak yang berpotensi menjadi batu sandungan. Peta politik Jakarta dan nasional berbeda. Tentu saja Anies dan tim sudah berhitung, sangat merugikan asyik masyuk dengan 212.

Keberadaan 212 tinggal sisa-sisa. Mereka tidak lagi memiliki motor penggerak sedasyat Rizieq-Munarman. Kapasitas Novel, Slamet, Martak, atau Al Khatath, termasuk Haikal Hasan dan kawan-kawan terlalu jauh dari kepentingan pilpres. Berkali ulang mereka membuat narasi dan provokasi ternyata gagal total.

Hal yang termasuk bagian kalkulasi dari tim Anies Baswedan. Mereka tentu tidak mau berdekatan dengan kelompok yang kecil, sudah dikenal dengan model  bayaran, tentu saja tidak murah. Kan bangkrut kalau menempel mereka. Hanya keuntungan bagi PA 212, bukan pihak Anies Baswedan.

Kubu Anies sudah paham, bahwa acara itu akan banyak mendapatkan penolakan. Lebih baik baginya juga pura-pura diam saja dan polisi yang mendapatkan tudingan. Toh semua juga pada akhirnya terungkap. Karena sepi, Anies enggan bertaruh naama makin nyungsep demi acara yang remeh juga.

Kondisi Anies Baswedan makin  terjepit. Sumur resapan lagi hangat-hangatnya menjadi pembicaraan publik. Pun mengenai balapan mobil listrik. KPK makin kencang, polemik dengan istana juga makin membuat sang gubernur makin sulit. Tentu tidak mau menambah masalah yang tidak penting.

Tabiat orang  yang lupa pada yang berjasa, pepatah mengatakan, kacang lupa pada kulitnya, apalagi sudah kebak sundukane. Perilakunya yang ugal-ugalan pada akhirnya tidak lagi bisa menolongnya berkelit lagi.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply