Sembilan Fakta di Balik SBY Turun Gunung

Menarik dalam rapimnas partai mersi malah banyak berkutat pada Jokowi.  AHY yang mengatakan Jokowi hanya menggunting pita. SBY dengan kegagahannya turun gunung karena menengarai kalau pemilu 24 akan ada kecurangan.

Fokusnya pada diri dan rival semata. Diri dengan kepentingan, dan pesaing harus buruk dan dibuang. Aneh dan lucu sebenarnya. Jokowi bukan siapa-siapa di 24. Usai isu masa jabatan tiga periode yang tidak laku, kini memainkan isu baru.

Ada sembilan, ingat Pak Beye suka banget dengan angka ini, fakta di baliknya yang layak dicermati;

Pertama, politik ala SBY-AHY ini adalah politik   membuang sampah ke rumah tetangga, agar rumahnya terlihat bersih, paling kinclong. Apa yang AHY katakan sangat jelas politik ala demikian. semua juga paham, SBY sebagai bapaknya tidak berbuat sebagus Jokowi. Mangkrak di mana-mana, tanpa keberanian Jokowi mengeksekusi uang negara habis karena menjadi onggokan.

Kedua. Tudingan SBY akan ada kecurangan itu malah membuat publik berpikir, bahwa di 2004 dan 2009 jangan-jangan laku curang juga mereka lakukan. Ada eks KPU yang kemudian menjadi elit  Demokrat. Hayo mau omong apa dua Yudoyono ini?

Ketiga, aneh dan lucu, rapat nasional mersi malah bahas Jokowi. Mengapa tidak membahas mengenai strategi pemenangan partai dulu baru, AHY presiden. memaksakan AHY di 24 dengan usia yang masih relatif muda itu malah blunder parah.

Keempat. Politik cemar asal tenar malah diulangan oleh AHY-SBY-Demokrat, padahal itu milik Anies Baswedan yang tidak ada apa-apanya sama sekali.  Posisi Anies tidak banyak terbantu dengan model pendekatan demikian. Hanya sekali menang di pilkada 17 dengan aneka keuntungan di sisinya.

Kelima, SBY kelihatan mendidik AHY dengan  tradisional, kamso, di mana kalau jatuh menyalahkan lantai atau pintu demi anaknya diam. Memukul lantai atau penghalang sebagai biang kesalahan. Ini membuat anak tidak hati-hati, bertanggung jawab, dan juga perhatian. Kesalahan ada di pihak lain.

Selama ini AHY   yang tidak memperlihatkan kemampuan untuk meyakinkan publik, kog berkoar-koar akan ada kecurangan. Persis dengan anak jatuh menyalahkan lantai bukan?

Keenam. Mengapa mengejar Anies bukan Prabowo digandeng dalam pilpres? Karena SBY tidak mau ada rekan AD menjadi presiden, beda kalau anaknya. Ini memperlihatkan model berpolitik demi keluarga bukan negara. Apa layak orang model begitu menjadi pemimpin negara yang berulang-ulang.

Ketujuh, pernyataan AHY-SBY di dalam rapat pimpinan kog seperti itu memperlihatkan Demokrat tidak punya visi selain misi kekuasaan dan kepentingan diri dan keluarga. Miris.

Kedelapan. Makin memperlihatkan bagaimana AHY itu tidak bisa apa-apa tanpa SBY. Mosok sekelas presiden, minimal nyalon presiden masih netek ke peponya. Bagaimana membangun negara jika terus demikian, tidak dewasa dan makin kekanak-kanakkan dari hari ke hari.

Kesembilan. SBY bukan membantu AHY, malah menjerumuskan dan menjadikan AHY boneka di bawah ketiaknya terus. Ini sejatinya bukan pepo yang baik, namun malah menjadikan anaknya tidak berkembang menjadi dirinya sendiri.

Susah berharap dengan partai melow begini.  Makin suram bukan bersinar, gosok dulu berlian itu bukan malah ribet ke mana-mana yang tidak mendasar.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

 

Leave a Reply