Modal Bacot, Partai Ummat Bisa Ikut Pemilu 24

Modal Bacot, Partai Ummat Bisa Ikut Pemilu 24

Partai Amien Rais awalnya tidak bisa ikut pemilu. Biasa, mencaci maki istana, Jokowi sebagai biang kegagalan mereka. Usai verifikasi ulang partai ini akhirnya lolos untuk ikut dalam peruntungan dalam pileg 24 mendatang.

Hanya modal bacot, baru kali ini, dari ribuan artikel menggunakan kata kasar, buruk, dan jelek, namun tidak ada kata lain yang cukup mewakili dan tepat. Sebenarnya sejak partai ini dinyatakan lolos lagi sudah mau membuat tulisan. Apalagi puja puji setinggi langit diungkapkan mantan pimpinan PAN ini untuk Jokowi. Males karena terlalu minim ulasan.

Eh, kini tiba-tiba usai Cak Nun mengatakan Jokowi sebagai Firaun kemudian diralat karena sedang kesambet, eh si politikus kawakan ini malah meneruskannya dengan mengatakan buzzer penjilat segala.

Publik juga paham, bahwa siapapun yang mendukung Jokowi akan dikatakan buzzer, penjilat, dan ujaran-ujaran buruk lainnya. Bebas dan sah-sah saja. Wong negara demokrasi. Bisanya juga begitu, lebih lagi tidak mampu, mau eksis minim capaian, akhirnya mencaci maki.

Seneca mengatakan, bahwa mereka, para filsuf itu biasa memaki, marah, dan meluapkan kekecewaan mereka secara berlebihan jika menghadapi keadaan yang tidak baik-baik saja. Jangan-jangan ini, mencaci maki itu memang pekerjaan mereka-filsuf, termasuk Seneca.

Kontekstual ketika mendengar Ainun Najib dan Amien Rais yang memaki-maki apapun yang tidak sesuai dengan apa mau mereka.  Hal ini bukan baru pertama kali, atau sekali, namun sudah berkali ulang.

Buzzer, mau dikatakan buzzer, influenser, atau apapun toh akan sama saja. Lihat mereka mengaku cyber army atau jihad digital. Ini kan semata sudut pandang. Tidak ada yang esensial di sana. Ketika merugikan akan disematkan istilah yang jelek, buruk, dan sadis. Pada sisi lain, kalau menguntungkan, memberikan kepada mereka kebaikan, reward, atau binaan mereka akan dilabeli yang bagus-bagus, bahkan religius.

Mengapa saya memihak Jokowi dan kontra mereka?

Jokowi pekerja keras. Berikan saja satu bukti siapa presiden yang bekerja melebihi Jokowi? Eh malah mereka maki-maki. Bagaimana dua militer memimpin negeri ini dan keuangan porak poranda, ke mana mereka? Diam saja, seolah baik-baik dan Jokowi yang merusak. Padahal yang rusak adalah jalur makanan mereka yang biasanya tersaji mewah, kini susah.

Konsistensi. Bagaimana mereka tidak konsisten dalam mengatakan kritik, klaim mereka, padahal itu hinaan, cacian, dan celaan, bukan kritik. Toh mereka diam ketika mendapatkan bagian kue itu. Menyalak, eh berteriak      ketika tidak menguntungkan. Lihat puja-puji Amien Rais pas partainya lolos verifikasi dan mengatakan Jokowi negarawan.

Prestasi. Apa yang mereka lakukan belum ada apa-apanya dari pada yang telah Jokowi torehkan bagi bangsa dan negara ini. Jelas ini adalah  wujud prestasi bukan hanya omong gede tanpa bukti.

Terlalu banyak pencela, tidak mau menambah daftar panjang pencaci tanpa berbuat apa-apa.   begitu banyak barisan sakit hati, oposan minim prestasi selain sensasi, dan juga politikus waton sulaya.

Toksik bagi bangsa dan negara, itu semua mewabah dan seolah adalah penguasa negeri ini. perlu kewarasan kata atau istilah Buya Safii almarhum.  Ketidakwarasan bersuara, kudu ada kewarasan yang juga terlibat untuk menjadi suluh atas kengacoan itu.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

 

 

Leave a Reply